Thursday, May 31, 2012

Artikel - Subhanallah, Inilah Mukjizat Penciptaan Unta

Lima puluh lima derajat celcius. Itulah cuaca panas di gurun pasir, daerah yang tampak tak bertepi dan terhampar luas hingga di kejauhan.

Di gurun pasir terdapat badai pasir yang bisa menelan apa saja yang dilaluinya, dan yang sangat mengganggu pernafasan. Padang pasir berarti kematian yang tak terelakkan bagi seseorang tanpa pelindung yang terperangkap di dalamnya.

Hanya kendaraan yang secara khusus dibuat untuk tujuan ini saja yang dapat bertahan dalam kondisi gurun ini. Kendaraan apapun yang berjalan di kondisi yang panas menyengat di gurun pasir, harus didisain untuk mampu menahan panas dan terpaan badai pasir.

Selain itu, ia harus mampu berjalan jauh, dengan sedikit bahan bakar dan sedikit air. Mesin yang paling mampu menahan kondisi sulit ini bukanlah kendaraan bermesin, melainkan seekor binatang, yakni unta.
Unta telah membantu manusia yang hidup di gurun pasir sepanjang sejarah, dan telah menjadi simbul bagi kehidupan di gurun pasir. Panas gurun pasir sungguh mematikan bagi makhluk lain. Selain sejumlah kecil serangga, reptil dan beberapa binatang kecil lainnya, tak ada binatang yang mampu hidup di sana.

Unta adalah satu-satunya binatang besar yang dapat hidup di sana. Allah telah menciptakannya secara khusus untuk hidup di padang pasir, dan untuk melayani kehidupan manusia. Allah mengarahkan perhatian kita pada penciptaan unta dalam ayat berikut:
''Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan.'' (QS. Al-Ghaasyiyah, 88:17)

***
Jika kita amati bagaimana unta diciptakan, kita akan menyaksikan bahwa setiap bagian terkecil darinya adalah keajaiban penciptaan. Yang sangat dibutuhkan pada kondisi panas membakar di gurun adalah minum, tapi sulit untuk menemukan air di sini.

Menemukan sesuatu yang dapat dimakan di hamparan pasir tak bertepi juga tampak mustahil. Jadi, binatang yang hidup di sini harus mampu menahan lapar dan haus, dan unta telah diciptakan dengan kemampuan ini.
Unta dapat bertahan hidup hingga delapan hari pada suhu lima puluh derajat tanpa makan atau minum. Ketika unta yang mampu berjalan tanpa minum dalam waktu lama ini menemukan sumber air, ia akan menyimpannya. Unta mampu meminum air sebanyak sepertiga berat badannya dalam waktu sepuluh menit. Ini berarti seratus tiga puluh liter dalam sekali minum; dan tempat penyimpanannya adalah punuk unta. Sekitar 40 kilogram lemak tersimpan di sini. Hal ini menjadikan unta mampu berjalan berhari-hari di gurun pasir tanpa makan apapun.
Kebanyakan makanan di gurun pasir adalah kering dan berduri. Namun sistem pencernaan pada unta telah diciptakan sesuai dengan kondisi yang sulit ini. Gigi dan mulut binatang ini telah dirancang untuk memungkinkannya memakan duri tajam dengan mudah.
Perutnya memiliki disain khusus tersendiri sehingga cukup kuat untuk mencerna hampir semua tumbuhan di gurun pasir. Angin gurun yang muncul tiba-tiba biasanya menjadi pertanda kedatangan badai pasir. Butiran pasir menyesakkan nafas dan membutakan mata.

Tapi, Allah telah menciptakan sistem perlindungan khusus pada unta sehingga ia mampu bertahan terhadap kondisi sulit ini. Kelopak mata unta melindungi matanya dari dari debu dan butiran pasir.

Namun, kelopak mata ini juga transparan atau tembus cahaya, sehingga unta tetap dapat melihat meskipun dengan mata tertutup. Bulu matanya yang panjang dan tebal khusus diciptakan untuk mencegah masuknya debu ke dalam mata. Terdapat pula disain khusus pada hidung unta. Ketika badai pasir menerpa, ia menutup hidungnya dengan penutup khusus.
***

Salah satu bahaya terbesar bagi kendaraan yang berjalan di gurun pasir adalah terperosok ke dalam pasir. Tapi ini tidak terjadi pada unta, sekalipun ia membawa muatan seberat ratusan kilogram, karena kakinya diciptakan khusus untuk berjalan di atas pasir. Telapak kaki yang lebar menahannya dari tenggelam ke dalam pasir, dan berfungsi seperti pada sepatu salju.

Kaki yang panjang menjauhkan tubuhnya dari permukaan pasir yang panas membakar di bawahnya. Tubuh unta tertutupi oleh rambut lebat dan tebal. Ini melindunginya dari sengatan sinar matahari dan suhu padang pasir yang dingin membeku setelah matahari terbenam. Beberapa bagian tubuhnya tertutupi sejumlah lapisan kulit pelindung yang tebal.

Lapisan-lapisan tebal ini ditempatkan di bagian-bagian tertentu yang bersentuhan dengan permukaan tanah saat ia duduk di pasir yang amat panas. Ini mencegah kulit unta agar tidak terbakar. Lapisan tebal kulit ini tidaklah tumbuh dan terbentuk perlahan-lahan; tapi unta memang terlahir demikian. Disain khusus ini memperlihatkan kesempurnaan penciptaan unta.
***

Marilah kita renungkan semua ciri unta yang telah kita saksikan. Sistem khusus yang memungkinkannya menahan haus, punuk yang memungkinkannya bepergian tanpa makan, struktur kaki yang menahannya dari tenggelam ke dalam pasir, kelopak mata yang tembus cahaya, bulu mata yang melindungi matanya dari pasir, hidung yang dilengkapi disain khusus anti badai pasir, struktur mulut, bibir dan gigi yang memungkinkannya memakan duri dan tumbuhan gurun pasir, sistem pencernaan yang dapat mencerna hampir semua benda apapun, lapisan tebal khusus yang melindungi kulitnya dari pasir panas membakar, serta rambut permukaan kulit yang khusus dirancang untuk melindunginya dari panas dan dingin.
Tak satupun dari ini semua dapat dijelaskan oleh logika teori evolusi, dan kesemuanya ini menyatakan satu kebenaran yang nyata: Unta telah diciptakan secara khusus oleh Allah untuk hidup di padang pasir, dan untuk membantu kehidupan manusia di tempat ini.

Begitulah, kebesaran Allah dan keagungan ciptaan-Nya tampak nyata di segenap penjuru alam ini, dan Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu. Allah menyatakan hal ini dalam ayat Alquran:
''Sesungguhnya, Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan–Nya meliputi segala sesuatu.'' (QS. Thaahaa, 20:98).

Maha Benar Allah dengan Segala Firman-Nya


Dikutip dari Harunyahya.com

Artikel - Subhanallah, Inilah Rahasia Penciptaan Kucing

Mata kucing merupakan salah satu bukti kesempurnaan Allah dalam penciptaan. Allah telah menciptakan mata kucing dengan pengaturan dan letak yang sesuai dengan makhluknya. Di salah satu ayat, Allah berfirman tentang kesempurnaan ciptaannya.

Dia–lah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, Dia memiliki nama – nama yang indah, apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada – Nya. Dan Dialah yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana. ( QS. Al – Hasyr 24 )

Penglihatan malam kucing sangat kuat
Kucing dapat dengan mudah membedakan warna hijau, biru dan merah. Walaupun begitu, kelebihan sebenarnya dari mata kucing adalah agar dapat melihat di malam hari. Kelopak mata kucing terbuka di malam hari, ketika terkena sedikit cahaya, lapisan mata yang disebut iris membuat pupil mata membesar ( hamper 90% mata ) sehingga mereka lebih mudah melihat cahaya. Di saat mendapat cahaya yang lebih terang, system bekerja berlawanan untuk melindungi retina, pupil mengecil dan berubah menjadi garis tipis.

Ada sebuah lapisan yang tidak terdapat pada mata manusia. Lapisan ini berada di belakang retina, berfungsi sebagai penerima cahaya. Ketika cahaya jatuh di lapisan ini langsung di pantulkan kembali, cahaya lewat dua kali melalui retina. Oleh karena itu, kucing dapat melihat dengan mudah di saat cahaya hanya sedikit. Bahkan di saat gelap, di saat mata manusia tidak dapat melihat. Lapisan ini juga lah yang menyebabkan kenapa mata kucing bersinar di malam hari.

Lapisan ini disebut Kristal tapetum lucidum yang dapat memantulkan cahaya. Berkat kistal ini, cahaya yang jatuh di belakang mata di pantulkan kembali ke retina. Beberapa cahaya yang di pantulkan kembali ke lensa, sehingga mata bersinar. Berkat struktur ini, jumlah cahaya yang diterima mata meningkat sehingga bisa melihat dalam kegelapan. Oleh Karena itu, kucing bias melihat lebih baik dalam gelap. Ini bukanlah bentuk dari bio-luminescence, sebab binatang tidak menghasilkan cahanya, melainkan hasil dari pemantulan.

Alasan lain kenapa kucing bisa melihat dalam gelap juga karena adanya sel–sel batang yang lebih banyak di bandingkang sel–sel kerucut di retina mereka. Sebagaimana kita ketahui, sel – sel batang hanya sensitive pada cahaya. Mereka membentuk bayangan hitam atau putih tergantung dari cahaya yang datang dari objek, tetapi mereka sangat sensitive walau hanya dengan sedikit cahaya.

Berkat sel–sel batang ini, kucing dapat berburu dengan mudah di malam hari. Seperti kita lihat, Allah menciptakan struktur mata yang sesuai dengan kondisi dan nutrisi yang mereka butuhkan. Mata kucing memiliki struktur dan karakteristik yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini adalah salah satu contoh dari hasil ciptaan Allah. Hasil ciptaan Allah yang unik ini terbukti dalam salah satu ayat:

Pencipta langit dan bumi, ketika Dia ingin menciptakan sesuatu, maka Dia hanya berkata “jadilah”, maka jadilah ia. ( QS. Al – Baqara 117 )

Bola mata kucing lebih besar
Selain kemampuan melihat di malam hari, bola mata kucing juga lebih besar di bandingkan yang dimiliki manusia. Jika bidang penglihatan manusia hanya sampai 160 derajat, kucing dapat dengan mudah hingga 187 derajat. Dengan karakteristik ini, mereka dapat dengan mudah melihat ancaman yang ada. Ini adalah contoh karakteistik lain dari hasil ciptaan Allah dengan bentuk yang berbeda. Sebagaimana di katakana di dalam Al – Qur’an, kaakteristik ini adalah pelajaran bagi orang – orang yang beriman ;

Dan sungguh, pada hewan ternak itu terdapat pelajaran bagimu…( QS. An – Nahl 66 )

Struktur mata kucing berbeda dengan manusia
Pada mata kucing, terdapat membran ketiga yang disebut “nictitating membrane”. Membran ini transparan, dan bergerak dari satu bagian mata ke bagian yang lainnya. Sebagai contoh, kucing dapat mengedipkan mata mereka tanpa harus menutup semuanya. Membran ketiga ini memungkinkan mata kucing terlindungi ketika berburu. Selain itu, benda – benda lain seperti debu tidak mengenai mata mereka, sehingga mata mereka tetap bersih dan lembab; sehingga kucing tidak perlu sering mengedipkan matanya seperti manusia. Jika kucing mengedipkan mata mereka sepanjang waktu seperti manusia agar matanya tetap bersih dan lembab, hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi mereka di saat berburu. Tidak mengedipkan mata merupakan salah satu kesempurnaan ciptaan Allah untuk makhluk ini.

Apakah mata kucing sensitif pada gerakan
Kucing tidak dapat melihat dalam jarak dekat dengan baik sebagaimana halnya manusia dan tidak bisa focus pada objek yang dekat dengan mereka. Tetapi Allah telah menciptakan rambut sensoris dengan mekanisme sensoris yang kuat buat kucing. Berkat penciuman dan rambut sensoris, kucing dapat dengan mudah mendeteksi dalam jarak dekat. Walau makhluk indah ini sulit melihat dalam jarak dekat, mereka dapat dengan mudah merasakan dengan jarak dua sampai enam meter. Jarak ini cukup bagi kucing agar dapat berburu.

Karakteristik lain pada mata kucing adalah mereka sensitive pada gerakan, keindahan dan yang sesuai dengan jarak penglihatan mereka. Mata kucing dan otaknya memisahkan setiap gerakan bingkai demi bingkai. Otak kucing bisa merasakan lebih banyak gambar daripada kita. Sebagai contoh, mereka dapat dengan mudah melihat tanda – tanda elektronika pada layar televise di bandingkan manusia. Ini adalah bakat khusus yang di berikan oleh Allah yang Mahakuasa kepada semua kucing. Hal ini dikarenakan kucing menangkap mangsa mereka berdasarkan objek yang bergerak.

Detail dan ragam yang mengagumkan di ciptakan Allah bagi kucing
Mata kucing di ciptakan dengan kaakteristik luar biasa seperti makhluk lainnya. Ketika struktur dan karakteristik mata di uji secara individual, maka akan di lihat fungsi yang berbeda dan ini merupakan bukti dari beragamnya hasil penciptaan Allah. Variasi ini tidak dapat di katakana sebagai hasil dari mutasi ataupun seleksi alam. Allah telah memberikan mata yang sesuai dengan kebutuhan hidup dan nutrisi makhluknya.

Memiliki pengetahuan tentang system yang menakjubkan ini merupakan kesempatan bagi setiap orang untuk melihat kekuasaan dan pengetahuan Allah yang telah menciptakan makhluknya. Kita harus berterima kasih kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta ini. Adapun bagi orang – orang yang yang menolak ayat – Nya, Allah menjulukinya “pendusta”, seperti di dalam ayat ;

Siapakah yang lebih zhalim daripada orang – orang yang telah di peringatkan dengan ayat – ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah di kerjakan oleh kedua tangannya? ( QS. Al – Kahfi 57 )

Kucing di ciptakan dalam bentuk yang ideal sesuai dengan lingkungan mereka, mereka perlu bernafas, makan, berburu dan mempertahankan diri agar tetap hidup. Oleh karena itu, mereka harus mengenal dunia mereka, dan membedakan antara musuh dan mangsa mereka. Dengan demikian, mereka memerlukan penglihatan khusus untuk melihat lingkungan mereka.

Bagaimanapun, Allah yang Mahakuasa, Tuhan dari semua dunia, telah memberikan karakteristik yang mengagumkan seperti mata yang memiliki struktur khusus, bentuk dan ketajaman penglihatan untuk kucing. Penciptaan mata yang memiliki kekhususan bagi kucing merupakan pelajaran bagi orang – orang yang beriman sebagaimana di sebutkan di dalam Al – Qur’an ;

Dan disana terdapat pelajaran bagimu…( QS. Al – Mu’miniin 21 )

Karakteristik mata kucing berfungsi sesuai dengan hukum yang di tetapkan Allah. Allah menciptakan mata ini dan setiap detilnya tanpa contoh sama sekali. Hal ini terungkap dalam ayat – ayat bahwa Allah adalah pencipta semuanya ;

Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian lagi berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. ( QS. An – Nuur 45 )

harunyahya.com

Artikel - Sebab yang menarik manusia pada kehidupan dunia

Sesungguhnya segala puji itu milik Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal-amal kami. Barang siapa diberi petunjuk Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkan. Dan barang siapa disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat menunjukinya.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ‘Imran :102)

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS. Al Ahzab : 70-71)

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An Nisa’ : 1)

Dan aku bersaksi bahwa tiada llah kecuali Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah dan memberi nasehat kepada umat. Mudah- mudahan kesejahteraan dan keselamatan dicurahkan Allah kepada junjungan kita Muhammad saw, kepada keluarganya serta sahabat-sahabatnya,
Wa ba’du:

Diri seseorang merupakan perintangan pertama bagi mereka yang hendak melangkah di jalan jihad yang mendaki ini. Sebagaimana ucapan Ibnul Qoyyim rhm. “Ketahuilah bahwa diri itu merupakan gunung besar yang merintangi jalan mereka yang melangkah menuju keridloan Allah. Tidak mungkin seseorang bisa menempuh jalan tersebut sebelum ia melewati gunung yang besar itu”.

Jalan yang mendaki dan sulit ini… gunung yang besar ini, disertai pula dengan lembah-lembah, bukit-bukit dan jurang-jurang yang dalam. Syetan berdiri di atas puncaknya dan memperingatkan dengan maksud menakut-nakuti orang yang berusaha untuk mendaki puncak ketinggian tersebut. Perintang yang datangnya dari diri sendiri ini harus kamu lewati sehingga kamu sampai ke jalan Allah yang aman. Jalan keselamatan yang diterangi oleh wajah Allah swt.
Maka dari itu kamu harus mendaki gunung ini. Setiap mana seorang muslim mencoba untuk menaikinya, maka syetan meneriakinya, hawa nafsu menariknya, syahwat melemahkan kemauannya. Semua bermaksud untuk melengketkan ke bumi, meski orang tersebut adalah ulama besar. Maka dari itu harus melepaskan dirinya dari segala macam keterikatan, dari segala macam ikatan dan belenggu sehingga tubuhnya menjadi enteng dan dapat mendaki puncak yang tinggi itu. Apabila ia berhasil mendaki puncak itu, maka ia akan menemukan jalan yang aman, seperti yang difirmankan Allah Azza Wa Jalla:

“Allah menyeru (manusia) ke negeri keselamatan (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”. (QS. Yunus: 25)

Dan ia adalah jalan yang diterangi dengan cahaya,lurus, aman, lagi menjamin keselamatan. Yaitu sesudah mana seseorang berhasil melewati rintangan besar yang menghadangnya. Rintangan itu adalah hawa nafsu yang selalu mendorong berbuat jahat.

SEBAB YANG MENARIK MANUSIA KEPADA KEHIDUPAN DUNIA

Pertama: Kebodohan

Sebenarnya banyak sekali faktor yang membantu nafsu (yang selalu mendorong berbuat jahat) untuk mengikat pemiliknya kepada kehidupan dunia. Diantara yang utama adalah “kebodohan”. Kebodohan adalah kubangan yang busuk baunya, mengikat setiap yang mempunyai hawa nafsu dengan kebusukannya sehingga iapun tenggelam dan menyelam dalam lumpurnya yang berbau busuk.

Kebodohan merupakan faktor terbesar yang merintangi perjalanan seseorang kepada Allah Azza Wa Jalla. Merintangi kaki dari belenggu yang mengikatnya. Merintangi ruh yang akan melepaskan diri dari belenggunya. Kebodohan, apabila telah menimpa diri seseorang, maka terkadang akan membuatnya mengingkari adanya matahari meskipun ia melihat di siang hari bolong.

“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka niscaya mereka juga tidak beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengerti (bodoh)”. (QS. Al An-aam : 111)

Andaikata orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka, para malaikat datang, dan seluruh binatang liar datang serta berbicara kepada mereka; tetap saja mereka tidak beriman. Penyebabnya adalah kebodohan (akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengerti).

Bodoh disini bukan berarti kurang pengetahuan, akan tetapi “tidak mengerti”. Orang yang mengetahui tentang Allah adalah yang takut dan bertaqwa kepada Nya. Sebagaimana firman Allah :

“Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (adzab) akherat dan mengharap rahmat Rabbnya? Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ? “Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. Az Zumar : 9)

Orang yang beribadah, berdiri sholat sepanjang malam, mengharap surga yang dijanjikan Rabbnya, takut terhadap adzab Nya; adalah orang-orang yang dikatakan `alim (berilmu/mengetahui).

Ibnu Mas`ud r.a. berkata,
” Bukanlah yang dinamakan ilmu itu dengan banyaknya riwayat (yang dihafalkan), tetapi ilmu adalah sesuatu yang mendatangkan rasa takut”.

Mari kita simak bersama perkataan nabi Yusuf As, “ Dan jika engkau tidak dihindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku akan menjadi diantara orang-orang yang bodoh”. (QS. Yusuf : 33)

Yusuf mengetahui bahwa zina adalah perbuatan keji dan suatu kemaksiatan yang besar. Namun demikian, pengetahuan nabi Yusuf akan kekejian perbuatan tersebut tidak menafikan predikat bodoh andaikan ia terjerumus ke dalamnya. Jadi kebodohan adalah rintangan yang paling besar yang menghadang di depan jalan mendaki dari gunung yang dinamakan’Hawa nafsu yang selalu mendorong berbuat jahat’.

Oleh karenanya, Nabi Musa As menjawab perkataan kaumnya ketika ia menyuruh kepada mereka menyembelih sapi betina dan mereka mengatakan, “Adakah engkau akan menjadikan kami bahan olok-olokan?”.

“Aku berlindung kepada Allah menjadi diantara golongan orang-orang yang bodoh
(QS. Al Baqarah : 62)

Beliau tidak menjawab dengan ucapan, “Aku berlindung kepada Allah menjadi diantara golongan orang-orang yang mencemooh”.

Oleh karena kebodohan lebih besar bala`nya daripada mencemooh. Bodoh terhadap Allah sebab yang menjadikan seseorang mencemooh dan memperolok-olok yang lain.

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya dikala mereka berkata, “Allah tidak menaruhkan sesuatu kepada manusia”. (QS. Al An `aam : 91)

Sikap tidak menghormati Allah serta tidak mengagungkan Nya adalah yang dinamakan jahil/bodoh terhadap Allah `Azza Wa Jalla. Ma`rifat atau pengetahuan tidak menafikan kebodohan. Kadang ma`rifat dan kebodohan bertemu dalam diri seseorang, ilmu adalah lawan dari kebodohan. Dan ilmu itu sendiri adalah rasa takut. Boleh jadi seseorang banyak mengetahui sesuatu dan banyak mengerti sesuatu, akan tetapi sebenarnya ia tidak mengetahui kecuali sedikit saja.

“Aliif lam miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. Di negeri yang terdekat (1) dan sesudah mereka dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah.Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Ruum : 1-7)

Mereka mengetahui seluk beluk dan rahasia atom, putaran elektron, kapal terbang, kapal perang, jet-jet tempur serta teknologi tinggi yang lain. Mereka mengetahui itu, akan tetapi mereka lalai terhadap kehidupan akhirat. Maka dari itu mereka dikatakan kaum yang tidak mengetahui.

Oleh karena itu para ulama berkata, “Orang yang berolok-olok atau bersenda gurau dengan ayat Al-Qur’an adalah fasik”. Dan sebagian dari mereka berpedapat kufur.

Misalnya ada sekumpulan orang yang sedang menghadapi jamuan makanan. Lalu salah seorang dari mereka maju untuk mengambil makanan seraya berkata, “Wa nasafnal jibaala nasfaa, artinya : “Dan kami hancurkan gunung-gunung itu sehancur-hancurnya.” Maka perbuatan seperti itu tergolong perbuatan fasik menurut jumhur ulama, dan kufur menurut sebagian di antara mereka. Sebab ayat Al-Qur’an adalah firman Allah, bukan untuk bahan olok-olokan ataupun senda gurau.

“Katakanlah,“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah : 65-66)

Maka dari itu, waspadalah dari persoalan ini. Kalian jangan menjadikan hadits-hadtis Nabi dan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai bahan untuk melucu dan menghibur agar orang-orang tertawa dan senang. Kalian harus berhati-hati dan tetap mengagungkan Allah, karena Dia adalah Dzat yang Maha Perkasa, Maha Agung, Maha Suci dan Maha Luhur.
Maka dari itu, ketika Rasulullah saw merasa bersedih hati atas berpalingnya kaum beliau dan berduka melihat jalan yang mereka tempuh, maka Allah menegurnya :

“Dan jika berpalingnya mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat melihat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mu'jizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Al-An’am : 35)

Kalau mau membicarakan soal kebodohan, maka pembahasannya akan sangat panjang. Adapun cara terbaik untuk menghadapi orang-orang bodoh adalah berpaling dari mereka. Sebab jika kamu berdebat dengan mereka, maka mereka akan mengalahkanmu –dengan kengototan mereka--. Dan jika kamu dapat mengalahkan mereka, maka mereka akan membencimu. Dan mereka tidak akan mau mengakui kebenaranmu. Maka jalan yang terbaik adalah berpaling dari mereka.

“Maka berpalinglah engkau (wahai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami.” (QS. An-Najm : 29)

Dan….

“Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS. Al-Hijr : 85)

Berpalinglah kamu dari mereka dan jangan berdebat dengan mereka. Oleh karena perdebatan itu hanya akan menambah kecongkaan mereka. Imam Asy-Syafi’i pernah mengatakan, “Tiadalah aku berdebat dengan orang-orang yang bodoh melainkan ia akan mengalahkanku. Dan tiadalah aku berdebat dengan orang yang pandai melalinkan aku akan dapat mengalahkannya.”

Tentu saja karena orang bodoh terkadang mengingkari –seperti pernah saya katakan—cahaya matahari yang bersinar di siang hari bolong dan cahaya rembulan pada saat purnama.

Maka biarkanlah orang-orang bodoh itu. Mereka akan mati jika kalian tinggalkan. Dan akan hidup jika kalian ajak mereka berdebat. Mudah-mudahan dengan jalan meninggalkan mereka, maka mereka akan tercegah berlaku sombong dan congkak. Dengan menjauhkan diri dan meninggalkan berdebat dengan mereka, maka mereka akan mengerti kedudukan mereka sendiri. Ini jika kamu merasa pasti bahwa dia adalah seorang yang bodoh, mengikuti hawa nafsunya sendiri, tidak mau mengakui kebenaran dan tidak mau mengikuti sesuatu yang telah pasti kebenarannya.

Kedua: Lalai

Sifat lalai menyebabkan orang terjerumus ke dalam neraka.

Allah Ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan di dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus : 7-8)

Lalai menyebabkan seseorang berpaling, menyebabkan seseorang menyikapi peringatan ayat-ayat Allah dengan senda gurau :

“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat al-Qur'an pun yang baru (diturunkan) dari Rabb mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi)hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka, ‘Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya." (QS. Al-Anbiya’ : 1-3)

Kamu mendatanginya dengan membawa berita yang sangat penting dan dengan perkataan yang serius. Kamu ceritakan kepadanya tentang berbagai pertempuran yang membuat agama Islam menghadapi dua pilihan : lenyap atau terus bertahan. Kamu ceritakan kepadanya tentang pertempuran yang sangat dahsyat dan membinasakan. Membinasakan anak manusia sebagaimana halnya batu penggiling menumbuk halus bulir padi. Namun demikian dia lalai dan tidak begitu mengacuhkan. Sambutan yang diberikannya padamu hanyalah senyum hampa atau mengatakan padamu, ‘Saya telah mendengar cerita mereka, bahwasanya mereka telah melakukan begini dan begitu.

Saya tidak punya waktu untuk mendengar pembicaraan mengenal kaum itu.’

Dia sibuk mengumpulkan uang dan menghitung-hitungnya, dia sibuk dengan berbagai macam buah-buahan yang hendak dimakannya dan berbagai macam jenis minuman yang hendak ditenggaknya. Kamu datang kepadanya untuk mengekang hawa nafsunya, untuk menyadarkannya sedikit dari kelalaian yang menghinggapi dirinya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Kamu hendak mengalihkan sedikit perhatiannya dari tumpukan uang yang selalu dihitung-hitungnya dan dari dunia yang ia jadikan tempat bersenang-senang, dan dari kehidupannya yang ia jadikan sebagai senda gurau dan main-main belaka. Kehidupan dunia telah menipunya. Dia tidak punya waktu sedikitpun untuk mendengar perkataan yang bermanfaat bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat.

KITA LEBIH BERHAK TERHADAP PENGGUNAAN WAKTU

Ada beberapa orang bertanya pada Piccaso: “Berapa jam anda tidur dalam sehari?” “Empat jam.” Jawabnya. “Apakah empat jam cukup bagi anda?” Tanya mereka. Piccaso menjawab, “Kalian ingin saya tidur delapan jam sehari hingga sepertiga kehidupan saya terbuang sia-sia untuk tidur? Kapan saya bisa memuaskan kesenangan saya dan menyalurkan hobby serta bakat saya? Saya hanya tidur empat jam sehari.”

Siapa yang lebih berhak terhadap waktu? Kalian ataukah mereka?. Kalian yang berdiri shalat menghadap Rabbul Alamin atau mengikuti jejak Syahidul Mursalin shallallohu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan lapang dan sempit, di malam yang gelap gulita dan di siang yang terang oleh cahaya mentari, ataukah mereka yang berlaku sombong yang tidak mau tidur delapan jam sehari supaya kesenangan dan keinginan mereka dapat terpenuhi dan tersalurkan?
Kita diperintahkan untuk menghentikan persahabatan dengan kaum yang lalai itu. Kita diperintahkan untuk menghentikan pembicaraan dengan mereka. Kita boleh memberikan kepada mereka sedikit senyuman, sedikit akhlak dan mu’amalah/perhubungan baik kita. Tetapi kita tidak boleh membuang-buang waktu kita bersama mereka. Kita tidak boleh menyatukan suatu pendapat apapun dengan mereka.

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengikuti Kami serta memperturutkan hawa nafsunya dan adalah urusannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi : 28)

Kata “Janganlah kamu mengikuti” dalam ayat ini adalah larangan, sedangkan larangan di situ menunjukkan keharaman.

Adalah urusannya kalau dia melampaui batas, oleh karena mengikuti hawa nafsu serta kelalaian hanya akan membawa cerai berainya urusan, lepasnya ikatan di antara manusia, hilangnya pemikiran yang sehat dan lenyapnya logika yang benar.

Ketiga: Hawa Nafsu

Hawa nafsu adalah kecenderungan manusia untuk memperturutkan syahwat/keinginannya. Hawa nafsu lawannya adalah kebenaran. Allah adalah Dzat yang Maha Benar, Dia menciptakan langit dan bumi dengan alasan yang benar. Firman-Nya :

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. Al-Mukminun : 71)

Hawa nafsu akan membuat seseorang berlaku zhalim dan kezhaliman itu membuat seseorang tersesat dari jalan yang benar.

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shaad : 26)

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’ : 135)

Hawa nafsu akan selalu menjauhi keadilan, sedangkan kebenaran akan selalu diikuti keadilan.

Karena itulah hawa nafsu –dalam bahasa Arabnya—“Hawa”() yang berarti jauh dari tempat ketinggian ke tempat yang rendah. Oleh karena itu ia menjatuhkan orang yang mengikuti hawa nafsunya dari ketinggian ke tempat yang rendah. Maka orang yang mengikuti hawa nafsu adalah orang yang merosot dan jatuh bersama hawa nafsu, kelalaian dan kebodohannya ke tempat serendah-rendahnya di dunia dan akhirat, di mana ruhnya jatuh ke neraka Sijjil.

Terkadang hawa nafsu bisa membesar dalam diri seseorang sehingga orang tersebut tidak menentang kemungkaran yang dilihatnya dan tidak mengikuti kebaikan yang telah diyakininya. Bahkan bisa menjadi lebih besar lagi sehingga ia melihat yang mungkar menjadi ma’ruf dan ma’ruf menjadi mungkar.

“Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan), ‘Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya’. Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya. Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al-Furqan : 41-44).

Hawa nafsulah yang menjadikan seseorang cenderung kepada dunia dan kemewahannya. Dan hawa nafsu pula yang menurunkan kedudukan ulama’ dari tingkatan di bawah para nabi, yakni tingkatan para shiddiqin ke tingkat seekor anjing.

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-A’raf : 175-176).

Seperti anjing yang tiada henti-hentinya menjulurkan lidahnya, sama saja di saat dia istirahat ataupun tengah kecapaian. Sungguh alangkah indah dan mengenanya penyerupaan dan penggambaran yang dilukiskan Allah melalui firman-Nya.

Di dalam kitab-kitab tafsir diterangkan bahwa ayat di atas mengisahkan tentang seorang laki-laki Bani Isra’il yang bernama Bal’am bin Ba’ura’. Dahulunya ia adalah seorang yang sangat alim dan sangat mustajab do’anya. Ketika tentara Musa a.s. datang untuk menggempur kaum lalim yang bermukim di Palestina, maka kaumnya datang dan menemui serta membujuknya, ’Berdo’alah kepada Allah untuk membinasakan Musa dan pengikutnya’. Maka lelaki ini menyanggupi permintaan kaumnya karena tamak terhadap dunia mereka. Lalu lidahnya menjulur ke dada dan ia meninggalkan ayat-ayat Allah. Maka jadilah ia seperti anjing, jika dihalau, lidahnya menjulur dan jika dibiarkan lidahnya tetap menjulur.

Keempat: Syahwat (Ambisi)

Sebab keempat yang menyebabkan diri manusia bertindak durhaka dan melampaui batas adalah syahwat. Syahwat menarik diri manusia untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Syahwat yang pertama adalah berlaku sombong di muka bumi. Yang menjadikan kebenaran seperti kebatilan dan menjadikan kebatilan seperti kebenaran. Orang-orang yang berlaku sombong di muka bumi tidak akan masuk surga.

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Qashash : 83).

Wallohu ta’ala a’lam bishshowab

sumber: Ashabulkahfi site

Artikel - Biasakan membaca Al-Qur’an di masjid setiap hari, walau beberapa ayat

Kesibukan seorang muslim dalam mencari nafkah seringkali memakan hampir setengah usianya. Tak jarang seorang muslim harus berangkat bekerja sejak jam enam pagi, dan baru tiba kembali di rumah pada jam lima sore. Kondisi fisik yang kelelahan seringkali membuat kwantitas dan kwalitas taqarrub kepada Allah ikut anjlok.

Di antara tandanya, banyak pekerja muslim yang tidak hadir di masjid untuk melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’ secara berjama’ah. Mereka melaksanakan shalat wajib di rumah. Mereka kemudian mengistirahatkan fisik yang telah lelah, dengan tidur atau menonton TV atau hiburan lainnya.

Untuk kesegaran ruhani dan pembinaan iman, mereka mengandalkan nasehat dalam khutbah Jum’at atau pengajian rutin seminggu sekali di tempat kerja atau masjid terdekat. Tidak heran apabila banyak di antara mereka kesulitan membaca mushaf Al-Qur’an beberapa halaman per hari. Bagaimana menyiasati problem spiritual seperti itu?

Sebenarnya problem itu mudah diselesaikan jika ia memiliki keinginan kuat untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kwalitas imannya. Ia bisa membiasakan diri untuk bertahan di masjid sejenak, setelah shalat wajib, untuk membaca mushaf Al-Qur’an beberapa halaman. Misalnya setelah shalat Shubuh. Atau setelah shalat Magrib sambil menunggu adzan Isya’, ia bahkan bisa membaca satu juz atau lebih, jika bacaannya lancer.

Pada awalnya, hal itu akan terasa berat. Seiring dengan perjalanan waktu, ia akan terasa ringan dan kemudian menjadi sebuah kebiasaan yang baik. Rasulullah SAW memotivasi umatnya untuk banyak membaca mushaf Al-Qur’an di masjid. Beliau SAW menjelaskan bahwa membaca Al-Qur’an di masjid memiliki nilai keutamaan yang tidak bisa diraih di selain masjid.

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِي الصُّفَّةِ، فَقَالَ: «أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ، أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ، فَيَأْتِيَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ، وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ؟»، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ نُحِبُّ ذَلِكَ، قَالَ: «أَفَلَا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمُ، أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ، وَثَلَاثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثٍ، وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ، وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الْإِبِلِ»

Dari Uqbah bin Amir RA berkata, “Saat kami sedang duduk-duduk di Shuffah (beranda masjid), Rasulullah SAW keluar menemui kami. Beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian yang senang apabila ia setiap pagi berangkat ke daerah Buthan atau ke Aqiq, lalu ia kembali darinya dengan menuntun dua ekor unta besar yang berpunuk tinggi, tanpa ia melalukan dosa atau memutuskan kekerabata?”

Kami menjawab, “Wahai Rasulullah, kami semua senang akan hal itu.” Beliau SAW bersabda, “Jika begitu, kenapa salah seorang di antara kalian tidak berangkat ke masjid lalu ia mempelajari atau membaca dua ayat di masjid niscaya dua ayat itu lebih baik dari dua ekor unta, tiga ayat lebih baik dari tiga ekor unta, empat ayat lebih baik dari empat ekor unta, dan seterusnya?”

(HR. Muslim no. 803, Abu Daud no. 1456, Ahmad no. 17408, Ibnu Abi Syaibah no. 30074 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 799)

Buthan adalah nama sebuah tempat di dekat kota Madinah. ‘Aqiq adalah nama sebuah lembah dekat kota Madinah. Menurut riwayat, kedua tempat itu merupakan pasar hewan masyarakat Arab di kota Madinah dan sekitarnya. Dengan motivasi dari Nabi Muhammad SAW ini, tidakkah kita tergerak untuk membiasakan diri membaca Al-Qur’an di masjid setiap hari?

arrahma.com

Artikel - Jaga Lisan, Dengan Hati-hati Berbicara!

SUATU hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “Ya Rasulullah! Sungguh si fulanah itu terkenal banyak shalat, puasa, dan sedekahnya. Akan tetapi juga terkenal jahat lidahnya terhadap tetangga-tetangganya.” Maka berkatalah Rasulullah SAW kepadanya, “Sungguh ia termasuk ahli neraka.”

Kemudian laki-laki itu berkata lagi, “Kalau si fulanah yang satu lagi terkenal sedikit shalat, puasa dan sedekahnya, akan tetapi ia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Maka Rasulullah SAW berkata, “Sungguh ia termasuk ahli surga.” (HR.Muslim)

Sebagai makhluk sosial, tentu semua orang tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesama. Siang dan malam kita pasti bertutur kata. Tak satu pun manusia yang bisa hidup tanpa berbicara.

Berbicara merupakan media utama dari seluruh proses interaksi sosial. Baik buruknya proses interaksi sosial salah satunya dipengaruh oleh bagaimana kita bertutur kata. Karenanya, agar apa yang kita ucapkan tidak menjadi bumerang bagi diri sendiri, lebih-lebih membahayakan orang lain baik di dunia maupun di akhirat, kita mesti cermat dalam berbicara.

Cermat dalam arti mengerti dengan baik bahwa kita hanya boleh berbicara yang memiliki kandungan manfaat, ilmu, atau nasehat, serta yang bisa menjernihkan sebuah permasalahan. Sekiranya kita tidak mengerti apa yang harus kita ucapkan sebaiknya berpikirlah lebih dulu, sebelum memutuskan untuk ikut berbicara.

Seringkali seseorang berbicara tanpa diawali proses berpikir dan tidak melalui pertimbangan sebelumnya. Tindakan seperti itu berpotensi mengundang masalah baru yang boleh jadi akan berlarut-larut, sehingga memperkeruh keadaan dan mengancam tali ukhuwah dengan sesama Muslim. Apabila hal ini terjadi maka tidak ada tempat bagi orang yang berbicara kecuali neraka.

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknyaa lebih jauh antara timur dan barat.” (HR. Bukhari Muslim).

Pepatah mengatakan, “Mulutmu harimaumu.” Oleh karena itu, kecermatan dalam berbicara mutlak harus kita upayakan. Kita perlu tahu secara pasti, kapan kita bicara, apa yang harus kita bicarakan, dan paling penting adalah manfaat apa yang akan diperoleh diri sendiri, yang mendengar dan orang lain, tatkala kita berbicara.

Dalam situasi kita tidak mengerti apa yang harus kita ucapkan, tidak berbicara adalah langkah yang bijaksana. Maka pantas jika kemudian Lukman al-Hakim menasehati putranya dengan mengatakan bahwa, “Diam itu hikmat tapi sedikit sekali orang yang melakukannya.”

Akan tetapi, manakala kita mengerti secara mendalam dan komprehensif akan hakikat sesuatu dan penjelasan akan hakikat sesuatu itu sangat dibutuhkan, maka berbicara dalam konteks ini adalah wajib. Sebagaimana telah ditegaskan oleh rasulullah saw dalam sebuah hadisnya.

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berbicara yang baik atau diam” (HR. Bukhari).

Imam Nawawi menjabarkan bahwa hadis di atas adalah hadis shohih, yang menjelaskan bahwa kita tidak pantas berbicara kecuali berbicara yang baik dan jelas-jelas mengandung maslahat. Bila diragukan kemaslahatannya, maka diam adalah langkah yang utama untuk dilakukan.

Jadi berbicara menduduki posisi yang sangat strategis. Dengan iman dan ilmu, pembicaraan yang kita lakukan dapat mengundang berkah dan keridhaan Allah SWT. Sebaliknya, berbicara terus-menerus tanpa ilmu, tanpa berpikir panjang akan mengantarkan kita pada kemurkaan-Nya.

Termasuk tatkala kita ingin menghibur orang lain dengan perkataan lucu. Sekalipun dalam maksud bercanda, berbicara yang lucu tetap tidak boleh mengandung unsur dusta atau sia-sia belaka.

Rasulullah sangat melarang umatnya berbicara, berbohong meski dengan maksud agar orang lain tertawa karena mendengarkannya.

"Celaka bagi orang yang berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka celaka baginya, maka celaka baginya." (HR. Abu Dawud)

Sepanjang hari, siang dan malam setiap orang pasti berbicara. Dan, esok hari pun kita akan berbicara dan terus berbicara. Oleh karena itu hemat dan cermatlah dalam berbicara. Jangan sekali-kali membuka celah untuk berkata bohong. Sebab pintu-pintu kebohongan lainnya akan terbuka demi untuk menutupi kebohongan pertama.
Maka dari itu tidaklah berlebihan jika perkataan yang baik itu memiliki derajat yang lebih utama daripada sedekah yang diungkit-ungkit hingga menyakiti perasaan yang menerimanya.

قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al Baqarah: 263).

Kini, marilah kita jaga lisan kita dari kata-kata yang tak berguna.*/Imam Nawawi

Artikel - Kewajiban Suami

Dalam Islam suami dan isteri mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban suami ada yang berbentuk finansial (materi) dan ada yang berbentuk non-finansial (immateri).

Yang termasuk kewajiban finansial (materi) adalah memberikan mahar, memberikan nafkah hidup sehari-hari, serta memberikan tempat tinggal. Sementara yang termasuk kewajiban non-finansial (immateri) adalah memperlakukan isteri dengan baik serta tidak melakukan tindakan berbahaya kepadanya.

Terkait dengan kewajiban finansial tersebut maka ini menuntut setiap suami untuk mencari nafkah yang halal sesuai kebutuhan. Bahkan meskipun sang isteri kaya, tetap saja kewajiban untuk memberi nafkah ada pada pundak suami sebagaimana bunyi firman Allah dalam surat al-Baqarah: 233. Sementara kewajiban untuk memberikan tempat tinggal yang layak disebutkan oleh Allah dalam surat ath-Thalaq ayat 6.

Kalau suami sudah berusaha dan bekerja sekuat tenaga untuk mencari nafkah yang halal, namun ternyata ia tetap tidak bisa memenuhi kewajiban finansialnya kepada isteri, dalam kondisi demikian insya Allah ia terlepas dari dosa. Sebab, Allah tidak membebani manusia di luar kemampuannya. Namun kalau ia tidak mau bekerja dengan alasan yang tidak syar'i (tidak dibenarkan oleh agama) sehingga nafkah isterinya menjadi terlantar, berarti ia tidak mengikuti dan tidak taat kepada perintah Allah.

Dalam Islam, ibadah yang bernilai di sisi Allah bukan hanya yang bersifat mahdah seperti shalat puasa, zikir dst. Namun memberikan sesuap makanan ke mulut isteri juga terhitung sedekah dan ibadah. Bahkan bekerja mencari nafkah halal mendatangkan ampunan dari Allah Swt seperti bunyi sabda Nabi saw. Oleh sebab itu, seorang muslim dituntut seimbang dalam memenuhi kewajiban dan kebutuhannya. Ada waktu untuk ibadah dan waktu untuk bekerja.

Atas dasar itulah hendaknya Anda sebagai adik ipar memberikan nasihat secara bijak entah secara langsung ataupun tidak langsung. Semoga upaya Anda mengingatkan kewajibannya sebagai suami mendapat nilai disisi Allah.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Wassalamu alaikum wr.wb.

syariahonline.com

Wednesday, May 30, 2012

Artikel - “Jangan” Cium Tangan Ibumu

Oleh: Kesha Meisatu

Sahabat sekalian, suatu waktu saya pernah menghadiri suatu acara training motivasi di kampus saat masa kuliah dahulu. Pada waktu itu ada statement trainernya yang masih saya ingat sampai sekarang. Ia berkata: “rata-rata orang sukses di seluruh dunia itu, mempunyai hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya khususnya dengan ibunya” jadi jika kita ingin sukses maka sebelum itu yang harus diperhatikan ialah bagaimana hubungan kita dengan orang tua saat ini? Apakah penuh kehangatan atau penuh dengan kebencian? Yang saat ini hubungan dengan orang tuanya penuh kehangatan bersyukurlah Anda orang yang beruntung. Untuk mereka yang punya hubungan tidak baik dengan orang tuanya berdoalah agar dimudahkan Allah untuk memperbaiki hubungan dengan mereka.

Sangat penting sekali mempunyai hubungan yang baik dengan orang tua, khususnya ibu. Kenapa? Karena ridha Allah ialah ridha orang tua, dan doa ibu itu Subhanallah, tanpa hijab di hadapan Allah mudah menembus langit. Sehingga doa seorang ibu yang dipanjatkan untuk anaknya sangat mudah untuk Allah kabulkan. Mungkin sebagian dari kira ada yang tidak sadar bahwa, kemungkinan kesuksesan-kesuksesan kita selama ini adalah buah dari doa ibu kita kepada Allah tanpa kita ketahui. Dan seorang ibu itu tanpa disuruh pasti akan selalu mendoakan anaknya di tiap nafasnya kala bermunajat kepada Allah. Tapi seorang anak belum tentu selalu berdoa untuk orang tuanya ketika Shalat.

Mungkin sebagian dari kita suka mengeluh tentang sifat buruk orang tua kita, entah karena ibu nya cerewet, suka ikut campur, suka nyuruh-nyuruh, tidak gaul dan lain sebagainya. Jika kita seperti ini maka tragis. Kenapa tragis? Karena kita terlalu focus dengan secuil kekurangan orang tua kita dan melupakan segudang kebaikan yang telah diberikan kepada kita selama ini. Di pihak lain ada Orang-orang seusia Anda di luar sana di pinggir jalanan, di bawah kolong jembatan dan di tempat lainnya mereka juga suka mengeluh, tapi yang mereka keluhkan ialah bukan karena sifat orang tua atau ibu mereka, tapi mereka mengeluh karena mereka tidak punya lagi orang tua. Bersyukurlah kita yang saat ini masih mempunyai orang tua. Jika ingin tahu rasanya tidak punya ibu, coba tanyakan kepada teman-teman Anda yang ibu nya telah tiada. Mungkin perasaan mereka sangat sedih dan kekurangan motivasi dalam hidup. Coba bayangkan jika kita tidak punya ibu lagi, maka ketika kita akan pergi ke luar rumah untuk sekolah atau bekerja, maka tidak ada lagi tangan yang bias kita cium, jika kita tidak punya ibu lagi maka mungkin tidak ada lagi makanan yang tersedia di meja makan saat kita pulang, jika kita tidak punya ibu lagi ketika hari lebaran rumah terasa sepi dan lebaran terasa tanpa makna, jika kita tidak punya ibu lagi kita hanya bisa membayangkan wajah tulusnya di pikiran kita dan melihat baju-bajunya di lemarinya.

Banyak di antara kita suka mengeluh tentang sifat negative ibu kita, tapi kita tidak pernah berfikir mungkin hampir setiap malam ibu kita di keheningan sepertiga malam bangun untuk shalat tahajjud mendoakan kita sampai bercucuran air mata agar kita sukses dunia dan akhirat. Mungkin di suatu malam beliau pernah mendatangi kita saat tidur dan mengucap dengan bisik “nak, maafkan ibu ya… ibu belum bisa menjadi ibu yang baik bagimu” kita mungkin juga lupa di saat kondisi ekonomi rumah tangga kurang baik, ibu kita rela tidak makan agar jatah makannya bisa dimakan anaknya. Ketika kita masih kecil ibu kira rela tidur dan lantai dan tanpa selimut, agar kita bisa tidur nyaman di kasur dengan selimut yang hangat.

Setelah semua pengorbanan telah diberikan oleh ibu kita selama ini, lalu coba renungkan apa yang kita perbuat selama ini kepada ibu kita? Kapan terakhir kita membuat dosa kepadanya? Kapan terakhir kita membentak-bentaknya? Pantaskah kita membentak ibu kita yang selama Sembilan bulan mengandung dengan penuh penderitaan? Pantaskah kah kita membentak ayah kita yang setiap hari pergi pagi pulang malam, lebur setiap hari, ngutang sana-ngutang sini agar kita terpenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu maka berusahalah untuk berbakti kepada orang tuamu khususnya kepada Ibumu. Karena masa depan mu ada di desah doa-doanya setiap malam. Dan ingat “perilaku kita dengan orang tua kita saat ini akan mencerminkan perilaku anak kita kepada diri kita nanti”.

(dakwatuna.com/moslembrothers.com)

Artikel - Bukan Jomblo, Tapi Single

Assalamu’alaikum.
Ehemm, sejujurnya saya bingung nih mau mulai dari mana kalo mau nulis tentang cinta. Soalnya, masalah cinta itu rumit dan ribet, nggak kalah sama permasalahan yang ada di Indonesia. #lebayy, hehe…

Kalo ngomongin remaja, nggak jauh deh dari yang namanya cinta. Mulai dari jatuh cinta, PDKT (singkatan dari PenDeKaTan), jadian, putus, jatuh cinta lagi, PDKT lagi, jadian lagi, putus lagi, dan begitu seterusnya. Ternyata bukan cuma makanan yang punya rantai, ternyata cinta juga lohh. Hehe…

Sampe akhirnya muncullah taglinenya si Pocooong (hantu bohongan yang eksis di Twitter) yang bilang kalo “Jomblo itu nasib, Single itu prinsip.” Nahh lohh?? Ko bisa si Pocoong ngomong kaya gitu?? Ohh, ternyata zaman sekarang ini, para jomblo atau remaja yang nggak pacaran itu dibilang nggak gaul dan nggak asyik. Wahh bahaya juga nihh, pantes aja si Pocooong ngotot bilang kalo dia bukan Jomblo, tapi Single. Ckckckck.

Beralih dari masalah Pocooong dan prinsipnya (baca: nasibnya), sebenarnya sejak kapan sih pacaran itu menjadi sebuah gaya hidup buat para remaja? Indonesia kan negara yang katanya punya penduduk muslim terbanyak nih, sebenarnya remaja di Indonesia itu tau nggak sih hukumnya pacaran dalam Islam? Mari kita bahas :)

Kalo ditanya sejak kapan pacaran menjadi gaya hidup, kayanya nggak ada yang tahu pasti kapan terjadinya. Tapi nggak bisa dipungkiri juga, fenomena ini bener-bener terjadi sekarang. Kenapa sih sampe bisa dibilang kalo pacaran cuma gaya hidup? Berdasarkan pengalaman penulis nihh, jawaban beberapa remaja ketika ditanya “ehh, kenapa sih lo pacaran?” jawabannya pasti nggak jauh dari:

“Kalo nggak punya pacar, malu sama temen men.” (Giliran nggak pake jilbab aja nggak malu. Ckckck)
“Lumayan bisa dianter jemput sama pacar, kan ngirit ongkos. hehe” (Pacaran aja sama tukang ojek mbak. :p)
“Ada yang bayarin makan sama nonton” (Jawaban para manusia yang males nabung nih. Ckckck)
“Ada tempat curhat” (Buku diary banyak di toko mbak)
“Ada yang cemburuin kalo deket sama orang lain” (Ckckck, Allah itu lebih pencemburu lohh mbak)
“Biar bisa lebih kenal si calon” (Sekalian aja kalo menjelang Pemilu, para calon dipacarin juga mbak, biar lebih kenal)

Dan masih banyak alasan lainnya, yang kalo dipikir-pikir alasannya Gaje banget (bahasa anak gaul yang artinya nggak jelas). Ohh iya, maaf kalo jawabannya diwakilkan jawaban para perempuan. Soalnya, penulis wawancaranya perempuan sih. Tapi berani jamin, jawaban para laki-laki juga nggak bakal jauh dari itu (hayoo, ngaku). Dari jawaban di atas, bisa dilihat kan kalo alasan-alasan remaja pacaran itu yahh emang sekadar cuma buat senang-senang dan gaya hidup.
Lanjut ke pertanyaan kedua, seperti kita tahu, Indonesia itu negara dengan penduduk muslim terbanyak. Walaupun Indonesia bukan negara Islam, tapi pasti pada tahu donk hukum-hukum di Islam? Termasuk hukum pacaran ini. Di dalam Islam, nggak ada tuh istilahnya pacaran. Pacaran itu adalah budaya barat yang diadopsi sama para remaja tanpa tahu ilmu dan asal-usulnya.

Jadi pacaran dalam Islam DILARANG donk? Yahh bisa dibilang begitu deh. Terus para remaja pada tau nggak tuh hukumnya?

Lagi-lagi berdasarkan pengalaman penulis, sebagian remaja itu ternyata pada nggak tahu hukum pacaran dalam Islam. Yang lebih parah, ada yang nggak mau tahu hukumnya. Mereka sengaja nggak mau cari tahu karena takut nanti nggak berani pacaran (aneh yahh?? ckckck). Dan ternyata ada lagi yang paling-paling parah, udah tahu hukumnya, tapi masih aja pacaran. Dengan alasan, kan pacarannya nggak melewati batas dan masih mengikuti rambu-rambu agama. Ckckckck

Sayang sekali, saya merasa belom pantes buat ngomongin orang yang udah tahu tapi masih aja pacaran. Lebih lanjutnya tentang hukum pacaran buat mas/mbak yang belom tahu hukum pacaran dalam Islam, mas/mbak yang nggak mau tahu hukum pacaran dalam Islam, dan mas/mbak yang udah tahu tapi masih pacaran, silakan baca bukunya Salim A. Fillah yang judulnya “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”, buku ini recommended banget deh buat kalian-kalian :)

Nahh, terus gimana nasib buat para jomblo, uupps single maksudnya??
Wahh, mereka tentu aja beruntung, karena insya Allah cinta mereka terjaga cuma untuk Dia. Selain itu para single juga patut berbahagia karena waktunya 24 jam menjadi milik mereka secara merdeka, tanpa ada pacar yang nuntut ini itu. Keren nggak tuh?

Kalo biasanya para dater (istilah yang mulai saya pakai buat mempresentasikan orang yang pacaran) menghabiskan waktu mereka buat sms-an dan telpon-telponan sama pacar, para single bisa menghabiskan waktunya buat baca buku, ngaji atau diskusi masalah-masalah agama dan Indonesia. Kalo biasanya para dater uangnya abis buat nonton dan jajan bareng pacar, para single bisa nabung uangnya buat masa depan (asseeekk). Kalo biasanya para dater pulsanya abis karena sms-an sama pacar, para single bisa pake pulsa buat menyebarkan sms-sms tausiyah. Kalo biasanya para dater malem mingguannya pacaran, para single bisa malem mingguan bareng keluarga biar bisa lebih mengakrabkan diri. Itu sebagian kecil manfaat dan kelebihan para single. Eeiitts, jangan puas dulu, masih ada lagi niih.

Ini beberapa bukti kalo single itu lebih keren daripada dater. Kalo biasanya para dater galau karena nggak di-sms dan ditelpon pacar, para single pasti lagi galau sama masalah-masalah politik dunia dan tugas-tugas kampus. Kalo biasanya para dater bingung ngatur waktu buat ketemuan sama pacar, pasti para dater pasti lagi bingung ngatur waktu antara ibadah dan tugas-tugas. Kalo para dater biasanya bokek karena abis jalan-jalan sama pacar, para single pasti bokek karena uang jajannya abis disedekahin ke orang-orang kurang mampu. Kalo biasanya para dater nangis karena berantem sama pacar, para single pasti nangis karena inget dosa-dosa semasa hidup. Kalo para dater menghabiskan waktu buat pacaran, pasti para dater menghabiskan waktu buat baca buku dan ngaji. Tuhh kan, kurang keren apalagi coba para single?

So, teman-teman yang baik, kalo belum siap menerima konsekuensi di atas, serta belum siap buat menerima siksaan dari Allah (ihh serem), mendingan jatuhin aja pilihan kamu buat jadi single.

Karena rugi deh kalo waktu, harta dan jiwa kalian cuma buat si pacar. Mendingan juga buat Allah, yang udah jelas-jelas cinta sama kita dan nggak marah atau putusin kita kalo kita nggak traktir makan. Hehehe…
Oke deh, sekian dulu yahh tulisan ini, dan semoga bermanfaat ^^
Allahualam bisshawab.

Tuesday, May 29, 2012

Artikel - Bersabarlah, Karena Stok Sabar Tak Akan Habis

KITA sering mendengar ungkapan “kesabaran saya sudah habis” atau “sabar itu ada batasnya”. Ungkapan ini seolah sudah menjadi tameng bagi segenap orang untuk melampiaskan nafsu amarah yang bercokol dalam diri mereka, atau minimal dijadikan alasan untuk mendapatkan pemakluman agar segala tindakannya yang membabi buta dibenarkan oleh orang lain.

Misalkan, seorang guru atau orangtua menghadapi putra/putrinya yang susah diatur. Setelah dinasehati berkali-kali, namun tetap saja tidak ada perubahan. , akhirnya terucaplah “kalimat ampuh” tersebut untuk bertindak kasar ke pada mereka. “Kamu ini sudah dinasehati berkali-kali, masih saja bandel. Kesabaran saya sudah habis gara-gara kamu. Ingat, kesabaran seseorang itu ada batasnya,” damprat mereka.

Bahkan, tidak jarang setelah marah dengan verbal, diikuti pula dengan tindakan fisik.

Sekalipun apa yang ditulis di atas hanyalah sebuah ilustrasi, namun realitasnya tidak sedikit orang telah mempraktekkannya. Tidak hanya dalam menghadapi masalah keluarga, terhadap permasalahan sosial pun hal ini kerap terjadi.

Yang lebih membahayakan kalau kalimat-kalimat tersebut diarahkan kepada Allah. Kadangkala ada orang yang merasa Allah telah menzaliminya dengan ujian yang dia anggap telah berada di atas kemampuannya. Yang memprihatinkan, adegan semacam ini sering sekali menjadi tontonan masyarakat melalui film-film ataupun sinetron-sinetron di layar kaca.

Benarkah tindakan semacam ini? Bagaimana sikap yang benar dalam menyikapi suatu permasalahan/ujian agar justru mengundang rahmat Allah di dalamnya?

Sabar Itu Jamu

Sabar adalah satu kata yang sangat ringan diucapkan, namun sukar untuk dilaksanakan. Setiap orang mampu untuk mengutarakannya. Namun, apakah dia juga kuasa melaksanakannya? Belum tentu. Hal ini masih dibutuhkan pembuktian.

Namun, yang perlu kita perhatikan, bahwa sabar merupakan cara ampuh dalam menghadapi segala permasalahan dengan bijak. Sebaliknya, sikap reaktif memandang suatu permasalahan bisa membuat kita bertindak gegabah, bahkan tidak jarang justru semakin memperkeruh permasalahan.

Kisah Nabi Ishaq yang mengatakan “Fa-shabrun jamiil” (maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku)), ketika anak-anaknya mengabarkan kehilangan Yusuf dan Bunyamin, bisa kita jadikan teladan. Dengan kesabarannya itu pada akhirnya Allah mengembalikan Nabi Yusuf dan Bunyamin kepada Nabi Ishaq.

Kita bisa membayangkan, apa yang terjadi sekiranya Nabi Ishaq marah-marah, bahkan mengusir anaknya dari tempat tinggal mereka. Dia tentu akan rugi dua kali. Pertama, dia sudah kehilangan Yusuf dan Bunyamin; Kedua, dia akan bermasalah dengan anak-anaknya yang lain.

Teladan ini lah yang perlu kita contoh dan dijadikan rujukan dalam menghadapi permasalahan. Sejalan dengan itu ada pribahasa Arab yang menyatakan bahwa sabar adalah solusi dari permasalahan: “Ash-Shabru yu’iinu ‘alaa kulli ‘amalin” (Kesabaran itu membantu setiap pekerjaan).

Dengan demikian, tidak seharusnya kita kehabisan stok sabar. Justru yang seharusnya kita upayakan adalah senantiasa memupuk dan memupuk sifat sabar dalam diri, bukan memanjakan emosi sehingga seolah-olah berada di titik akhir kesabaran.

Orang yang tak kehabisan kesabarannya adalah orang yang istimewa dan luar biasa. Orang yang demikian mendapat pujian dari Rasulullah, “Sungguh menakjubkan keadaan orang mukmin itu, karena sesungguhnya semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak dapat diperoleh melainkan hanya oleh orang mukmin saja, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Sedangkan apabila ia ditimpa oleh kesukaran—yakni yang merupakan musibah—ia pun bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim).

Namun, yang menjadi catatan besar dalam permasalahan sabar di sini, bukan berarti pasrah, menerima apa adanya. Hal yang demikian ini bukan merupakan sifat sabar, namun lebih kepada keputusasaan.

Jadi sabar itu, kita harus ridha dengan apa yang kita terima, namun juga harus berikhtiar semaksimal mungkin untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kembali kepada kasus Nabi Ishaq, beliau tidak hanya mengatakan “Fashabrun jamiil”, namun beliau juga melakukan suatu aksi kongkrit untuk mencari anak-anaknya yang hilang, dengan memerintahkan anak-anaknya yang lain menyebar, mencari tahu keberadaan dua anaknya yang hilang. Bahkan, beliau memberi ultimatum untuk tidak kembali ke rumah terlebih dahulu, sebelum mereka berdua ditemukan.

Dengan izin Allah, pada akhirnya kedua anaknya tersebut ditemukan. Poin yang bisa kita ambil, bahwa sabar itu bukan berarti pasrah dengan keadaan, harus diiringi dengan perjuangan mengatasi masalah, diakhiri dengan sikap tawakkal dan ridha terhadap ketetapan Allah.

Fahami Hakikat Kehidupan

Untuk mencapai singgasana sabar dengan mulus, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehingga semakin menguatkan kita untuk senantiasa bersabar dalam menghadapi segala hal.

Pertama, pahami bahwa hidup di dunia ini adalah ujian. Segala macam kondisi yang kita rasakan, senang, susah, bahagia atau sengsara, semuanya adalah ujian.

Kedua, yakinlah bahwa Allah Maha Melihat, dan Dia Maha Mengetahui sejauhmana kemampuan seorang hamba menerima cobaan darinya. Karena Allah tidak pernah menguji hamba-Nya di atas kemampuan mereka.

Terakhir, yakinilah bahwa di luar diri kita terdapat orang-orang yang memiliki beban hidup jauh lebih berat daripada yang kita pikul, dan tidak sedikit dari mereka mampu keluar dari lingkaran permasalahan mereka masing-masing. Jadi optimislah bahwa kita sendiri pun akan mampu melewati rintangan yang tengah kita hadapi.

Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, semoga diri kita menjadi semakin kuat dan sabar dalam menghadapi berbagai persoalan di muka bumi ini, bukan menjadikan stok kesabaran kita pada posisi minus. Semoga bermanfaat. Wallahu a‘lam bi-shawab.*/Kairul Hibri, Anggota Asosiasi Penulis Islam (API).

Artikel - Bersabarlah, Karena Stok Sabar Tak Akan Habis

KITA sering mendengar ungkapan “kesabaran saya sudah habis” atau “sabar itu ada batasnya”. Ungkapan ini seolah sudah menjadi tameng bagi segenap orang untuk melampiaskan nafsu amarah yang bercokol dalam diri mereka, atau minimal dijadikan alasan untuk mendapatkan pemakluman agar segala tindakannya yang membabi buta dibenarkan oleh orang lain.

Misalkan, seorang guru atau orangtua menghadapi putra/putrinya yang susah diatur. Setelah dinasehati berkali-kali, namun tetap saja tidak ada perubahan. , akhirnya terucaplah “kalimat ampuh” tersebut untuk bertindak kasar ke pada mereka. “Kamu ini sudah dinasehati berkali-kali, masih saja bandel. Kesabaran saya sudah habis gara-gara kamu. Ingat, kesabaran seseorang itu ada batasnya,” damprat mereka.

Bahkan, tidak jarang setelah marah dengan verbal, diikuti pula dengan tindakan fisik.

Sekalipun apa yang ditulis di atas hanyalah sebuah ilustrasi, namun realitasnya tidak sedikit orang telah mempraktekkannya. Tidak hanya dalam menghadapi masalah keluarga, terhadap permasalahan sosial pun hal ini kerap terjadi.

Yang lebih membahayakan kalau kalimat-kalimat tersebut diarahkan kepada Allah. Kadangkala ada orang yang merasa Allah telah menzaliminya dengan ujian yang dia anggap telah berada di atas kemampuannya. Yang memprihatinkan, adegan semacam ini sering sekali menjadi tontonan masyarakat melalui film-film ataupun sinetron-sinetron di layar kaca.

Benarkah tindakan semacam ini? Bagaimana sikap yang benar dalam menyikapi suatu permasalahan/ujian agar justru mengundang rahmat Allah di dalamnya?

Sabar Itu Jamu

Sabar adalah satu kata yang sangat ringan diucapkan, namun sukar untuk dilaksanakan. Setiap orang mampu untuk mengutarakannya. Namun, apakah dia juga kuasa melaksanakannya? Belum tentu. Hal ini masih dibutuhkan pembuktian.

Namun, yang perlu kita perhatikan, bahwa sabar merupakan cara ampuh dalam menghadapi segala permasalahan dengan bijak. Sebaliknya, sikap reaktif memandang suatu permasalahan bisa membuat kita bertindak gegabah, bahkan tidak jarang justru semakin memperkeruh permasalahan.

Kisah Nabi Ishaq yang mengatakan “Fa-shabrun jamiil” (maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku)), ketika anak-anaknya mengabarkan kehilangan Yusuf dan Bunyamin, bisa kita jadikan teladan. Dengan kesabarannya itu pada akhirnya Allah mengembalikan Nabi Yusuf dan Bunyamin kepada Nabi Ishaq.

Kita bisa membayangkan, apa yang terjadi sekiranya Nabi Ishaq marah-marah, bahkan mengusir anaknya dari tempat tinggal mereka. Dia tentu akan rugi dua kali. Pertama, dia sudah kehilangan Yusuf dan Bunyamin; Kedua, dia akan bermasalah dengan anak-anaknya yang lain.

Teladan ini lah yang perlu kita contoh dan dijadikan rujukan dalam menghadapi permasalahan. Sejalan dengan itu ada pribahasa Arab yang menyatakan bahwa sabar adalah solusi dari permasalahan: “Ash-Shabru yu’iinu ‘alaa kulli ‘amalin” (Kesabaran itu membantu setiap pekerjaan).

Dengan demikian, tidak seharusnya kita kehabisan stok sabar. Justru yang seharusnya kita upayakan adalah senantiasa memupuk dan memupuk sifat sabar dalam diri, bukan memanjakan emosi sehingga seolah-olah berada di titik akhir kesabaran.

Orang yang tak kehabisan kesabarannya adalah orang yang istimewa dan luar biasa. Orang yang demikian mendapat pujian dari Rasulullah, “Sungguh menakjubkan keadaan orang mukmin itu, karena sesungguhnya semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak dapat diperoleh melainkan hanya oleh orang mukmin saja, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Sedangkan apabila ia ditimpa oleh kesukaran—yakni yang merupakan musibah—ia pun bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim).

Namun, yang menjadi catatan besar dalam permasalahan sabar di sini, bukan berarti pasrah, menerima apa adanya. Hal yang demikian ini bukan merupakan sifat sabar, namun lebih kepada keputusasaan.

Jadi sabar itu, kita harus ridha dengan apa yang kita terima, namun juga harus berikhtiar semaksimal mungkin untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kembali kepada kasus Nabi Ishaq, beliau tidak hanya mengatakan “Fashabrun jamiil”, namun beliau juga melakukan suatu aksi kongkrit untuk mencari anak-anaknya yang hilang, dengan memerintahkan anak-anaknya yang lain menyebar, mencari tahu keberadaan dua anaknya yang hilang. Bahkan, beliau memberi ultimatum untuk tidak kembali ke rumah terlebih dahulu, sebelum mereka berdua ditemukan.

Dengan izin Allah, pada akhirnya kedua anaknya tersebut ditemukan. Poin yang bisa kita ambil, bahwa sabar itu bukan berarti pasrah dengan keadaan, harus diiringi dengan perjuangan mengatasi masalah, diakhiri dengan sikap tawakkal dan ridha terhadap ketetapan Allah.

Fahami Hakikat Kehidupan

Untuk mencapai singgasana sabar dengan mulus, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehingga semakin menguatkan kita untuk senantiasa bersabar dalam menghadapi segala hal.

Pertama, pahami bahwa hidup di dunia ini adalah ujian. Segala macam kondisi yang kita rasakan, senang, susah, bahagia atau sengsara, semuanya adalah ujian.

Kedua, yakinlah bahwa Allah Maha Melihat, dan Dia Maha Mengetahui sejauhmana kemampuan seorang hamba menerima cobaan darinya. Karena Allah tidak pernah menguji hamba-Nya di atas kemampuan mereka.

Terakhir, yakinilah bahwa di luar diri kita terdapat orang-orang yang memiliki beban hidup jauh lebih berat daripada yang kita pikul, dan tidak sedikit dari mereka mampu keluar dari lingkaran permasalahan mereka masing-masing. Jadi optimislah bahwa kita sendiri pun akan mampu melewati rintangan yang tengah kita hadapi.

Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, semoga diri kita menjadi semakin kuat dan sabar dalam menghadapi berbagai persoalan di muka bumi ini, bukan menjadikan stok kesabaran kita pada posisi minus. Semoga bermanfaat. Wallahu a‘lam bi-shawab.*/Kairul Hibri, Anggota Asosiasi Penulis Islam (API).

(hidayatullah.com/moslembrothers.com)

Artikel - Beginilah Akhlak Suami-Istri Keluarga Muslim

Oleh: Ali Akbar bin Agil

PROF. Dr. Sayyid Muhammad Al-Maliki, ulama besar dari kota Makkah, dalam bukunya Adabul Islam Fi Nidzaamil Usrah, mengetengahkan adab, etika, dan akhlak pasangan suami-istri dalam berkeluarga. Dalam bukunya dijelaskan tentang pentingnya akhlak pergaulan baik dari pihak suami maupun istri. Keduanya sama-sama memiliki kewajiban dan keharusan untuk menjadikan akhlak rumah tangga nabi sebagai pedoman paripurna.

Bagi seorang suami hal pertama yang wajib diketahui dalam mempergauli istri adalah mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan kelembutan.

Dalam Al-Qur`an, Allah berfirman;

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً

“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An-Nisa` : 19)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Majah,

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluargaku.”

Kedua, Sebagai seorang kepala keluarga, suami dianjurkan untuk memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan kasih sayang dan menjauhkan diri dari sikap kasar.

Adakalanya seorang suami menjadi tokoh terpandang di tengah masyarakat, ia mampu dan pandai sekali berlemah lembut dalam tutur kata, sopan dalam perbuatan tapi gagal memperlakukan keluarganya sendiri dengan sikapnya saat berbicara kepada masyarkat.

Ketiga, seorang suami sangat membutuhkan pasokan kesabaran agar ia tangguh dalam menghadapi keadaan yang tidak mengenakkan. Suami tangguh adalah suami yang tidak mudah terpancing untuk lekas naik pitam saat melihat hal-hal yang kurang tepat demi cinta dan rasa sayangnya kepada istri.

Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami dalam mengurusi para istrinya.
Begitu sabarnya, sampai-sampai sebagai sahabat beliau mengatakan, “Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada keluarganya melebihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.” (HR. Muslim).

Contoh seorang suami yang penyayang lainnya dapat kita simak dari kisah Sayidina Umar bin Khaththab Ra. Beliau yang terkenal ketegasan dan sikap kerasnya dalam mengahadapi kemunkaran, pernah berkata saat didatangi oleh orang Badui yang akan mengadukan sikap cerewet istrinya. Di saat bersamaan, Umar pun baru saja mendapat omelan dari istri dengan suara yang cukup keras.

Umar memberi nasihat kepada si Badui, “Wahai saudaraku semuslim, aku berusaha menahan diri dari sikap (istriku) itu, karena dia memiliki hak-hak atas istriku. Aku berusaha untuk menahan diri meski sebenarnya aku bisa saya menyakitinya (bersikap keras) dan memarahinya. Akan tetapi, aku sadar bahwa tidak ada orang yang memuliakan mereka (kaum wanita), selain orang yang mulia dan tidak ada yang merendahkan mereka selain orang yang suka menyakiti. Aku sangat ingin menjadi orang yang mulia meski aku kalah (dari istriku), dan aku tidak ingin menjadi orang yang suka menyakiti meski aku termasuk orang yang menang.”

Umar meneruskan nasihatnya, “Wahai Saudaraku orang Arab, aku berusaha menahan diri, karena dia (istriku) memiliki hak-hak atas diriku. Dialah yang memasak makanan untukku, membuatkan roti untukku, membuatkan roti untukku, menyusui anak-anakku, dan mencucui baju-bajuku. Sebesar apapun kesabaranku terhadap sikapnya, maka sebanyak itulah pahala yang aku terima.”

Keempat, seorang suami hendaknya mampu mencandainya. Adanya canda dan tawa dalam kehidupan berumah tangga lazim selalu dilakukan. Bayangkan apa yang terjadi jika pasangan suami-istri melalui hari-harinya tanpa canda. Lambat laun rumah tangganya menjadi bak areal pemakaman yang sepi, senyap, hampa.

Suami yang ingin menunaikan hak-hak istrinya akan berusaha mengundang canda, gurauan, yang mencairkan suasana dengan senyum dan tawa; berusaha untuk bermain perlombaan dengan istri seperti yang dilakukan Rasulullah kepada istrinya Aisyah Ra.

Dalam diri setiap manusia terdapat sifat kekanak-kanakan, khususunya pada diri seorang wanita. Istri membutuhkan sikap manja dari suaminya dan karenanya jangan ada yang menghalangi sikap manja seorang suami untuk istrinya.

Maurice J. Elias Ph. D dkk dalam bukunya Emotionally Intelligent Parenting: How to Rise a Self-Disiplined, Responsible, Socially Skilled Child, menyinggung fungsi humor dalam proses kimiawi dan psikologis tubuh kita. “Humor kecil sehari-hari seperti vitamin ampuh untuk membangun dan mempertahankan kemampuan Anda secara positif menanggapi tugas-tugas keayahbundaan dan tantangan hidup lainnya.”

Menyisipkan humor dalam hubungan dengan pasangan dan anak-anak, menurut Maurice, dimaksudkan untuk menjaga agar kita tetap dalam kerangka berpikir optimis. “Cobalah melakukan hal-hal yang bisa membawa Anda ke dalam suasana humor setiap hari, meskipun hanya sebentar. Kalau tidak bisa setiap hari, coba sesering yang bisa Anda lakukan,” pesannya dalam buku yang telah dialih bahasakan berjudul Cara-cara Efektif Mengasuh Anak dengan EQ.

Akhlak Seorang Istri

Adapun kewajiban bagi pihak istri adalah tidak akan membebani suaminya dengan hal-hal yang tidak sanggup ia kerjakan dan tidak menuntut sesuatu yang lebih dari kebutuhan. Sikap ini dapat menjadi bantuan untuk suami dalam urusan finansial.

Alangkah mulianya seorang wanita yang berjiwa qana`ah, cermat dalam membelanjakan harta demi mencukupi suami dan anak-anaknya. Dahulu kala, para wanita kaum salaf memberi wejangan kepada suami atau ayahnya, “Berhatilah-hatilah engkau dari memperoleh harta yang tidak halal. Kami akan sanggup menahan rasa lapar namun kami tak akan pernah sanggup merasakan siksa api neraka.” Inilah akhlak pertama bagi pihak istri.

Kedua, istri shalihah adalah istri yang berbakti kepada suaminya, mendahulukan hak suami sebelum hak dirinya dan kerabat-kerabatnya. Termasuk dalam masalah taat kepada suami adalah berlaku baik pada ibu mertua.

Ketiga, istri sebagai guru pertama bagi anak-anak, hendaknya mendidik mereka dengan pendidikan yang baik, memperdengarkan kata-kata yang baik, mendoakan mereka dengan doa yang baik pula. Semuanya itu merupakan implementasi bakti istri kepada suaminya.

Keempat, karakter istri dengan adab baik adalah tidak mengadukan urusan rumah tangga dan mengungkit-ungkit perkara yang pernah membuat diri si istri sakit hati dalam pelbagai forum. Hal yang sering terjadi pada diri seorang wanita yaitu menceritakan keadaan buruk yang pernah menimpanya kepada orang lain. Seakan dengan menceritakan masalah yang melilit dirinya urusan akan terselesaikan. Namun yang terjadi sebaliknya, keburukan dan aib keluarga justru menjadi konsumsi orang banyak, nama baik suami dan keluarga terpuruk, dan jalan keluar tak kunjung ditemukan.

Bentuk adab kelima, tidak keluar dari rumahnya tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari suami. Mengenai hal ini, Nabi telah mewanti-wanti dengan bersabda, “Hendaknya seorang wanita (istri) tidak keluar dari rumah suaminya kecuali dengan seizin suami. Jika ia tetap melakukannya (keluar tanpa izin), Allah dan malaikat-Nya melaknati sampai ia bertaubat atau kembali pulang ke rumah.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi, dan Ibnu `Asakir dari Abdullah bin Umar).

Demikian halnya dalam masalah ibadah non-wajib seperti puasa sunnah, hendaknya seorang istri tidak melakukannya kecuali setelah suami memberi izin.

Betapa indah kehidupan pasangan suami-istri yang menjadikan rumah tangga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam sebagai titik singgung dalam menghidupkan hubungan harmonis. Tidak ada yang sempurna dari pribadi pria sebagai suami dan wanita sebagai istri. Kelebihan dan kekurangan pasti adanya. Suami-istri yang sadar antara hak dan kewajibannya akan melahirkan generasi penerus kehidupan manusia yang saleh, pribadi bertakwa, dan menjadikan ridha Allah sebagai tujuan utama.

Membina rumah tangga bahagia perlu keterampilan, kepandaian, dan kebijakan pengelolalnya. Masing-masing pasangan dituntut untuk pandai dan bijak mengelola rumah tangga keduanya, pandai dan bijak mengelola hubungan dengan buah hati mereka, pandai dan bijak mengatur waktu antara bekerja dan bercengkrama dengan pasangannya, pandai dan bijak mengelola keuangannya, bahkan pandai dan bijak mengelola cintanya.

Pengasuh Sebuah Majelis Ta`lim dan Ratib Al-Haddad di Malang

(hidayatullah.com/moslembrothers.com)