Saturday, August 11, 2012

Sahabat Nabi - Ammar bin Yasir, Pemuka Syuhada

Yasir bin Amir, ayahanda Ammar, berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Rupanya ia berkenan dan merasa betah tinggal di Makkah. Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah.

Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath, dan dari perkawinan ini, kedua suami istri itu dikaruniai seorang putra bernama Ammar.

Keislaman mereka termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun (generasi pertama). Dan sebagaimana halnya orang-orang saleh yang termasuk dalam golongan yang pertama masuk Islam, mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy.

Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap Kaum Muslimin sesuai situasi dan kondisi. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Dan setelah itu mereka lancarkan kepadanya perang urat syaraf yang amat sengit.

Dan sekiranya yang beriman itu dari kalangan penduduk Makkah yang rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan budak belian, maka mereka didera dan disulutnya dengan api bernyala.

Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang kedua ini. Dan soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari Yasir, Sumayyah dan Ammar dibawa ke padang pasir Makkah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa.

Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri dan menakutkan, namun Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian tangguh, yang dari awal hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan suatu kemuliaan yang tak pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah luntur.

Rasulullah SAW selalu mengunjungi tempat-tempat yang diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir. Ketika itu tidak suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan mempertahankan diri.

Pengorbanan-pengorbanan mulia yang dahsyat ini tak ubahnya dengan tumbal yang akan menjamin bagi Agama dan akidah keteguhan yang takkan lapuk. Ia juga menjadi contoh teladan yang akan mengisi hati orang-orang beriman dengan rasa simpati, kebanggaan dan kasih sayang. Ia adalah menara yang akan menjadi pedoman bagi generasi-generasi mendatang untuk mencapai hakikat agama, kebenaran dan kebesarannya.

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka, Ammar berkata, "Wahai Rasulullah, azab yang kami derita telah sampai ke puncak."

Rasulullah SAW berkata, "Sabarlah, wahai Abal Yaqdhan... Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah surga!"

Siksaan yang diami oleh Ammar dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa riwayat. Berkata Amar bin Hakam, "Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya.”

Ammar bin Maimun melukiskan, "Orang-rang musyrik membakar Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah SAW lewat di tempatnya, memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda, 'Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim!”

Semenjak hukuman bakar dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka.

Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat, orang-orang itu berkata kepadanya, “Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!”

Ammar pun mengikuti perintah mereka tanpa menyadari apa yang keluar dari bibirnya. Ketika siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah diucapkannya, maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di matanya betapa besar kesalahan yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang tak dapat ditebus dan diampuni lagi.

Ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya itu didapatinya ia sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau seraya berkata, "Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu?”

“Benar, wahai RasuIullah," ujar Ammar.

Rasulullah tersenyum berkata, “Jika mereka memaksaimu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi!”

Lalu dibacakan Rasulullah kepadanya ayat mulia berikut ini: "Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan..." (QS An-Nahl: 106)

Ammar selalu terjun bersama Rasulullah dalam tiap perjuangan dan peperangan bersenjata, baik di Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk. Dan tatkala Rasulullah telah wafat, perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan berjihad menegakkan agama Allah.

Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, Ammar berdiri di samping menantu Rasulullah tersebut. Bukan karena fanatik atau berpihak, tetapi karena tunduk kepada kebenaran dan teguh memegang janji! Ali adalah khalifah kaum Muslimin, dan berhak menerima baiat sebagai pemimpin umat.

Ketika meletus Perang Shiffin yang mengerikan itu, Ammar ikut bersamanya. Padahal saat itu usianya telah mencapai 93 tahun. Orang-orang dari pihak Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga menjadi manusia “golongan pendurhaka”.

Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya. Hingga setelah kesempatan itu terbuka, mereka pun membunuh Ammar.

Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu, yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Muawiyah!

Jasad Ammar bin Yassir kemudian dipangku Khalifah Ali, dibawa sebuah ke tempat untuk dishalatkan bersama kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya.

Setelah itu, para sahabat kemudian berkumpul dan saling berbincang. Salah seorang berkata, “Apakah kau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu bersabda, "Surga telah merindukan Ammar?"

"Benar," jawab yang lain.

“Dan waktu itu juga disebutnya nama-nama lain, di antaranya Ali, Salman dan Bilal..." timpal seorang lagi.

Bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah merindukan Ammar. Dan jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggungjawabnya. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira.

No comments:

Post a Comment