Friday, August 31, 2012

Lelaki Ideal Buat Saudariku

 Inilah Lelaki Idamanmu...Saudariku...Ada seorang akhwat yang mengatakan ingin mendapatkan suami yang punya penghasilan yang mapan, gagah, bermata teduh, tegap, tampan, senyumnya menawan, berhidung mancung dan… stop! Ukht, anti mau cari calon suami apa mau audisi bintang sinetron? Seorang pendamping yang ideal tidak bisa dinilai dari segi fisik atau materi saja, walau memang lelaki yang “

Terapi Shalat Tahajud

Fakta Sehat Dengan TahajudDr. Moh Shaleh-pengasuh Klinik Terapi Tahajud dan Trainer shalat Khusyuk-membagi pengalaman dan hasil penelitiannya dalam sebuah buku tentang shalat tahajud yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit, yaitu Terapi shalat Tahajud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit.Dalam buku yang sudah terjual ribuan copy ini, berangkat dari penelitian yang ia lakukan untuk tugas

Menikah Adalah Pilihan Yang Tidak Main-main

Ketika Telah Tiba Saat MenikahMENIKAH adalah keputusan yang besar dalam hidup kita. Ini adalah pilihan yang tidak main-main. Memilih seorang pasangan yang dengannya kita akan membangun sebuah keluarga, menurunkan keturunan dan hidup bersama dalam segenap suasana bukanlah persoalan yang hanya untuk satu dua tahun saja, melainkan untuk sepanjang tahun. Untuk jangka waktu yang selama-lamanya.

Thursday, August 30, 2012

Mp3 Murattal Juz 'Amma Hj Wafiq Azizah


Anda bisa mendownload Video (mp4) dan Mp3 nya disini

Download video  |  Download Mp3

Wednesday, August 29, 2012

Artikel - Kewajiban Menjaga Kesehatan

Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA

Islam merupakan satu-satunya agama yang memberikan perhatian utama terhadap kesehatan manusia. Setiap Muslim wajib secara agama menjaga kesehatannya dan menyeimbangkannya dengan kebutuhan rohaninya.

Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, badanmu memiliki hak atas dirimu." (HR. Muslim). Di antara hak badan adalah memberikan makanan pada saat lapar, memenuhi minuman pada saat haus, memberikan istirahat pada saat lelah, membersihkan pada saat kotor dan mengobati pada saat sakit.

Sedemikian besar perhatian Islam terhadap kesehatan badan pemeluknya, sampai-sampai di dalam beberapa ayat Alquran, As-sunnah dan kitab-kitab fikih terdapat bahasan khusus mengenai kesehatan, penyakit dan petunjuk Rasul SAW dalam hal pengobatan.

Bahkan, penjagaan dan pemeliharaan kesehatan menjadi bagian pemeliharaan kedua dari prinsip-prinsip pemeliharaan pokok dalam syariat Islam yang terdiri dari; pemeliharaan agama, kesehatan, keturunan, harta dan jiwa.

Sebaliknya, Islam melarang berbagai tindakan yang membahayakan fisik/badan atas nama pendekatan keagamaan sekalipun sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kerusakan." (QS. Al-Baqarah: 195) dan "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Mahapenyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa': 29).

Demi penjagaan terhadap kesehatan, syariat Islam juga memberikan berbagai keringanan di dalam beribadah dengan tujuan meringankan, memudahkan dan tidak membuat payah badan.

Dalam pemberian keringanan berbuka bagi orang yang sakit dan bepergian, Allah SWT berfirman, "Allah menghendaki kelonggaran dan tidak menghendaki kesempitan bagimu." (QS. Al-Baqarah: 185). Dalam kaitannya dengan keringanan bertayamum, Allah SWT berfirman, "Allah tidak menghendaki kesulitan bagimu, tetapi hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur." (QS. Al Maidah: 6).

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW mengutus Amr bin Ash RA sebagai Amir di Suriah. Pada saat kembali ke Madinah, Amr bin Ash mengadukan masalah menyucikan diri dari hadas besar melalui tayamum dengan pertanyaannya, "Wahai Rasul, malam itu cuaca sangat dingin dan aku ingat firman Allah SWT: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Mahapenyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa': 29). Rasulullah SAW lantas menjawab pengaduan Amr bin Ash tersebut dengan senyuman yang menegaskan persetujuannya atas tindakan yang diambil.

Realitas tersebut menunjukkan bahwa seorang Muslim wajib memelihara kesehatan badannya, sebagaimana kewajiban negara menjaga kesehatan masyarakatnya dan menanggulangi wabah penyakit yang menyerang rakyatnya. Sehingga di kalangan kaum Muslimin telah masyhur penyataan yang menyebutkan "kesehatan badan/ fisik didahulukan dari kesehatan beragama karena Tuhan Mahapengampun dan Penyayang".

Bahkan, dalam kaitannya dengan penghindaran diri dari penyakit yang mewabah pada suatu kawasan, seorang Muslim diperkenankan untuk menghindarkan diri dari kawasan tersebut menuju kawasan lain yang lebih aman dengan istilah "pindah dari qadar (ketentuan) Allah menuju pada qadar yang lain."

Lebih jauh, seorang Muslim harus senantiasa berupaya untuk menyembuhkan penyakit yang sedang dideritanya dengan asumsi semua penyakit ada obatnya. Lebih dari itu, sebagaimana penyakit merupakan qadar dari Allah, maka upaya mencari kesembuhan dan obat pun juga merupakan bagian dari qadar Allah SWT. Dengan demikian seorang Muslim senantiasa berupaya menghadapi qadar Allah dengan qadar Allah yang lain. Wallahu A'lam.

Tuesday, August 28, 2012

Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga (Panduan Perkawinan)

Buku ini mempunyai kandungan istimewa sbb :

- Perkawinan Pekerjaan Mulia yang tidak perlu ditakutkan
- Hukum Perkawinan Menurut AjaraN iSLAM
- Hikmah Poligami dan akibatnya terhadap anak.
- Sebab Akibat yang ditimbulkan Perceraian.
- Orang dan pertalian keluarga yang berhak menjaga anak jika terjadi perceraian.

- Sifat-sifat Suami & Istri yang diidamkan
- Kepribadian Rasullullah dalam berumah tangga.
- Kebahagiaan dlam Rumah Tangga
- Pengetahuan alat kelamin Pria & Wanita
- Seribu satu kenikmatan dalam Hubungan Seks
- Melakukan persetubuhan pada malam pertama
- Teknik-teknik dalam persetubuhan
- Sebab Kelemahan Syahwat dan Jantina wanita yang dingin
- Tanya Jawab tentang Masalah Seks dan Cara Pemecahannya
- Kewajiban Menurut Agama setelah selesai melakukan persetubuhan
- Menjaga Kesehatan dan berbagai Macam Amalan pada Masa kehamilan
- Melahirkan dan memelihara Anak
- Kumpulan do'a-do'a untuk kesejahteraan rumah tangga.

JUDUL BUKU
:

Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga (Panduan Perkawinan)
PENGARANG
:
Drs. Kasmuri Selamat, MA
PENERBIT
:
KALAM MULIA
ISBN
:
-
BERAT
:
-
HALAMAN
:
-
HARGA
:
Rp. 27.000,-



==============================================

==============================================
Buku ini bisa Anda pesan di MoslemBrothers.COM
==============================================

Cara Pemesanan :

  • Bisa melalui Chatt Yahoo Messenger, silahkan aktifkan YM Anda
    lalu klik logo YM dibawah ini :


  • Call atau SMS ke 08771-866-9006

* Contoh format SMS *

PESAN.JUDULBUKU.JUMLAH PESANAN
PESAN.SEJARAHPENDIDIKANISLAM.1

Pesanan akan kami proses setelah Anda melakukan pembayaran.

Cara Pembayaran bisa melalui transfer ke No. Rek dibawah ini :

Photobucket

BNI an: Halali Sahri
rek. 0253137209

Photobucket

BCA an: Halali Sahri
rek. 2230478646

Suami Idaman Istri Impian

Buku Suami Idaman ini disusun penulis untuk memberikan panduan bagi kaum muslimin dalam hidup berumah tangga. Buku ini adalah lanjutan dari buku yang telah penulis susun sebelumnya yang berjudul Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga.

Buku ynag ada di tangan pembaca ini mencoba mengulas kembali bagaimana mencari pasangan hidup, membina keluarga/rumah tangga sakinah dan bagaimana memecahkan masalah keluarga serta mengatasinya dengan cara bijaksana. Semoga dengan memiliki buku ini akan bertambah lengkap lagi khazanah pengetahuan kita tentang cara hidup berumah tangga.

JUDUL BUKU
:
Suami Idaman Istri Impian
PENGARANG
:
Drs. Kasmuri Selamat, MA
PENERBIT
:
KALAM MULIA
ISBN
:
-
BERAT
:
-
HALAMAN
:
-
HARGA
:
Rp. 22.000



==============================================

==============================================
Buku ini bisa Anda pesan di MoslemBrothers.COM
==============================================

Cara Pemesanan :

  • Bisa melalui Chatt Yahoo Messenger, silahkan aktifkan YM Anda
    lalu klik logo YM dibawah ini :


  • Call atau SMS ke 08771-866-9006

* Contoh format SMS *

PESAN.JUDULBUKU.JUMLAH PESANAN
PESAN.SEJARAHPENDIDIKANISLAM.1

Pesanan akan kami proses setelah Anda melakukan pembayaran.

Cara Pembayaran bisa melalui transfer ke No. Rek dibawah ini :

Photobucket

BNI an: Halali Sahri
rek. 0253137209

Photobucket

BCA an: Halali Sahri
rek. 2230478646

Sunday, August 26, 2012

Tokoh Islam - Mengenal Kiai Bisri, Mengenal Fiqih

“Kiai Bisri terlibat sepenuhnya dalam proses konsolidasi kegiatan organisasi NU, seperti terbukti dri kiprahnya dalam mengembangkan dan mengawasi kegiatan lailatul ijtima, sebuah forum keagamaan untuk mengingat jasa mereka yang telah berpulang ke Rahmatullah..” (Gus Dur).

Bisri Lahir pada hari Jumat 5 Dzulhijjah 1304 atau 28 Agustus 1887, di Tayu-Pati, Jawa Tengah. Ada yang mengatakan ia lahir 25 5 Djulhijjah 1304 atau 18 September 1886. Ia merupakan anak ketiga dari pasangan Kiai Syansuri dan Nyai Siti Mariah.

Bisri kecil sudah tekun belajar agama dari orang tuanya dan dari lingkungan yang memang tergolong kampung santri. Setelah mengkhatamkan Al-Qur’an, Bisri pergi ke Kajen-Margoyoso untuk nyantri ulama kenamaan, Kiai Abdus Salam. Ilmu alat dan kitab-kitab fiqih, tauhid, akhlak tingkat dasar diselesaikannya dengan baik di pesantren tersebut.

Memasuki usia remaja, tepatnya umur 15 tahun, Bisri pergi ke Bangkalan-Madura, untuk ngunduh kaweruh kepada guru yang masyhur sebagai waliyullah, Syaikhona Kholil. Di sinilah Bisri mempelajari ilmu fiqih lebih dalam lagi, di satu sisi. Di sisi lain, beliau mulai bersinggungan dengan tasawuf dan juga tarekat. Syaikhona Cholil adalah seorang ulama, guru semua ulama besar di Nusantara, yang berhasil menggabungkan ilmu fiqih yang lahiriah dan ilmu tasawuf serta tarekat yang cenderung batiniah.

Dan di Bangkalan pulalh, Bisri berjumpa dengan santri asal Jombang bernama Abdul Wahab Chasbullah, yang kelak menjadi teman seperjuangan dan juga suadara iparnya. Menurut Gus Dur lagi, perjumpaan dua anakmuda ini akan memengaruhi perkembangan Islam di Indonesia, utamanya pesantren dan NU.

Setelah dari Bangkalan, tahun 1906, Bisri berangkat ke Tebuireng-Jombang, mengaji kepada Harotusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Bisri baru menginggalkan Tebuireng tahun 1911. Setelah dari sana, ia telah menjadi kiai muda. Dan tak lama kemudian, ia pergi ke Mekkah bersama Kiai Wahab. Di tanah suci, ia belajar kepada Muhammad Said al-Yamani, Syaikh Bakir, Syaikh Ibrohim Bafadlol, Syaikh Jamal al-Maliki, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfud Termas, dan lain-lian.

Sepulang dari Mekkah, tahun 1914, Bisri yang telah menjadi kiai ‘betulan’ menikah dengan adik Kiai Wahab Chasbullah, yakni Nur Khodijah binti Kiai Chasbullah. Dari perkawinan ini, mereka mendapatkan 10 anak: Ahmad Bisri, Muashomah, Sholilhah (istri Kiai Abdul Wahid Hasyim), Muslihatun, Musyarofah, Sholihun, Abdul Aziz, Shokhib. Kiai Bisri menikah lagi dengan Maryam Mahmud dari Jember, setelah Nyai Nur Khodijah wafat. Penting dicatat, baliau tidak melakukan poligami, padahal kiai kita ini mencintai fiqih dan hidup semasa belum ada kampanye monogami.

Pada tahun 1917, atas seizin mertuanya, Kiai Bisri meninggalkan Tambakberas, dan mengembangkan pesantren di desa Denanyar Jombang.

Dua tahun berikutnya, Kiai Bisri mengadakan kelas khusus untuk santri perempuan. Mula-mula, santri perempuan itu datang dari lingkungan sekitar. Menurut catatan Gus Dur, inilah pesantren pertama di Jawa yang menerima santri perempuan.

Semula kelas perempuan ini tidak disetujui oleh guru tercintanya, Kiai Hasyim Asy’ari, tapi setelah berkembang dan sangat nyata kemaslahatannya, kiai hasyim mengizinkannya. Hingga kini, pesantren Denanyar, terkenal juga dengan nama Mambaul Ulum, terus perkembang.

Kiai Bisri adalah pencinta dan pengikut setia ilmu fiqih. Gus Dur mencatat, Kiai Bisri bersama dengan Kiai As’ad dari Situbondo, Kiai Abdul Karim dari Sedayu-Gresik, Kiai Ahmad Baidlawi dari Banyumas, Kiai Ma’shum Ali dari Masukumambang-Gresik adalah kiai yang masuk “barisan kiai fiqih”. Inilah, kata Gus Dur, yang kelak memengaruhi perkembangan pesantren yang condong terhadap ilmu fiqih dan juga keputusan-keputusan sosial keagamaan atau politik di lingkungan Nahdlatul ulama.

Pada satu kesempatan di hari raya Idul Adha, ada cerita begini. Seorang warga datang ke Kiai Bisri, tujuannya bertanya tentang sapi yang akan disembelih.

"Kiai Bisri, keluarga saya delapan orang. apakah cukup kami kurban satu ekor satu untuk delapan jiwa?" tanya warga dengan takdim.
"Tidak bisa, Kang. Sapi untuk tujuh jiwa," jawab Kiai Bisri dengan lugas.

Warga pun kembali ke rumahnya, dengan lesu. Oleh tetangganya, warga tersebut disarankan datang ke Kiai Wahab Hasbullah. Datanglah ia dengan segera ke pesantren Tambakberas, kediaman Kiai Wahab.

"Kiai Wahab, keluarga saya delapan orang. apakah cukup kami kurban satu ekor satu untuk delapan jiwa?"
"Boleh saja, Kang. kenapa tidak boleh."
"Betul boleh, Kiai?"
"Boleh, boleh. Keluarga Sampeyan yang paling kecil umur berapa?"
"Anak saya yang paling kecil 5 tahun,Kiai."
"Kalau begitu beli satu ekor kambing lagi. Buat pancikan anakmu yang paling kecil itu."

Warga tadi pulang dengan rasa puas. Dia tidak merasa bahwa Kiai Wahab telah "mengerjainya". Dia merasa kiai yang baru didatanginya itu lebih longgar daripada Kiai Bisri, padahal, esensi yang disampaikan antara kedua kiai itu sama, cuma beda model komunikasi.

Kesetiaan Kiai Bisri pada fiqih, sering membuatnya tampak bersebrangan dengan karibnya, Kiai Wahab. Padahal tidak, keduanya memiliki tugas yang berbeda. Bila Kiai Bisri berperan sebagai kiai yang harus memandang dan memeriksa persoalan dalam segi fiqih murni, maka Kiai Wahab mencari solusi dari pelbagai aspek secara menyeluruh, tidak hanya aspek fiqih. Dua pendapat ini akan ditemukan untuk mendapatkan jalan keluar yang pas, relevan dengan keadaan, dan tidak bertentangan dengan fiqih. Kedua kiai ini saling menghormati. Saking hormatnya, kiai wahab tidak bersedia menjaadi Rais Aam di muktamar NU Bandung, tahun 1967. Padahal waktu itu, kiai wahab sudah banyak udzur karena sepuh. Selgi kiai Wahab ada, apapun keadaannya, Kiai Bisri tidak bersedia menjadi rais ‘am.

Sebagai murid terkasih Mbah Hasyim Asy’ari dan sebagai sahabat karib Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri terlibat aktif dalam melahirkan Nahdlatul Ulama. Mula-mula Kiai Bisri diajak mendirikan Nahdlatut Tujjar oleh Kiai Wahab. Ketika rezim Wahabi di Saudi semakin keras menolak pemahaman orang-orang bermadzhab dan menganut pemirikannya mereka, Kiai Wahab dan Kiai Bisri berkeliling ke Jawa, dari Banyuwangi hingga ke Menes banten, guna mensosialiasi pemikiran-pemikiran keagamaan yang menghormati orang bermadzhab.

Setelah solid, terbentuklah komite hijaz, sebuah kepanitiaan yang mengajukan konsep beragama yang menghargai paham lain, kebebasan menjalankan ibadah haji dan penolakan penghancuran situs-situs bersejarah di Mekkah dan Madinah, termasuk kuburan Rasulullah.

Komite hijaz menjadi salah satu titik tolak lahirnya NU, 31 Januari 1926. Diceritakan, pada hari-hari menjelang berdirinya NU di Surabaya itu, di saat kiai dan ulama dari seluruh Jawa, Madura, Kalimantan Selatan sudah berkumpul, Mbah Hasyim masih di Jombang, belum yakin atas gagasan mendirikan NU. Maka, Kiai Bisrilah yang diminta menjemput Mbah Hasyim Asyari dari Jombang untuk berangkat ke Surabaya. Gus Dur memberi catatan, hanya Kiai Bisrilah yang dapat meyakinkan gurunya atas berdirinya NU.

Pasca berdirinya NU, Kiai Bisri terlibat langsung mengikuti pergerakan organisasi sebagaimana karibnya, Kiai Wahab. Kiai Bisri tercatat sebagai penggerak Lailatul ijtima’, wadah konsolidasi jamaah. Ia sangat tekun dan istikomah dalam menggerakkan majlis tersebut. Majlis tersebut mengumpulkn para aktifis NU pada malam hari, umumnya sebulan sekali, baik di tingkat kecamatan hingga tingkat kabupaten. Lailatul ijtima berisi tahlilan, kirim doa kepada yang sudah meninggal, hingga perbincangan seputar organisasi.

Kiai bisri juga mendorong upaya pendirian rumah yatim piatu di beberapa tempat, termasuk di Jombang. Hingga akhir hayatnya, Kiai Bisri dikenal dekat dengan kaum papa.

Kiai Bisri Syansuri aktif dalam pergerakan mengusir penjajah dari tanah air, terutama setelah pecahnya perang dunia kedua. Di masa penjajahan Jepang, Kiai Bisri terlibat dalam pertahanan negara secara langsung, yakni dengan menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT), yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya. Hingga lahirnya TNI, MODT tidak dibubarkan dan Kiai Bisri tetap menjadi kepala.

Di usia yang sudah 50 tahun, Kiai Bisri aktif berkonsultasi degan para komandan militer di daerah pertempuran Surabaya-Jombang, hingga pecahnya pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya.

Pasca kemerdekaan, Kiai Bisri juga terlibat aktif dalam pemerintahan. Pada tahun 1946, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), anggota konstituante, DPR-GR, dan anggota DPR pasca pemilu 1971.

Semasa menjadi DPR, Kiai Bisri berhasil membuat RUU Perkawinan tandingan yang lebih sesuai dengan ketentuan fiqih. Ketika sidang umum MPR tahun 1977, sikap Kiai Bisri yang juga diikuti anggota dari Fraksi Persatuan Pembangunan, yang tidak setuju pemberian status aliran kepercayaan, membuat sidang menjadi goyah. Kiai Bisri memelopori walkout, sebagai bagian dari sikap menolak.

Ia menempati kedudukan tertinggi NU sebagai Rais Am, setelah Kiai Wahab wafat tahun 1973. Kiai Bisri wafat pada tanggal 19 Jumadil Akhir 1400 atau 24 April 1980 di usianya yang ke 94 tahun. Ia dimakamkan di tempat perjuangannya, Pesantren Denanyar, Jombang. Gus Dur menulis kepergian Kiai Bisri dengan kalimat yang sangat indah.

“Kiai Bisri Syansuri berpulang ke Rahmatullah dalam usia yang sangat lanjut, tetapi tetap dalam kerangka perjuangan yang sudah dipilihnya. Bahkan perubahan metamorfosis yang terjadi di dalam dirinya masih menunjukkan watak semula dari kerangka itu, yaitu ketundukannya yang mutlak kepada fiqih sebagai pengaturan hidup secara total. Baik atau buruk, kesetiaan seperti itu kepada hukum fiqih elah membentuk keutuhan diri pribadai Kiai Bisri Syansuri, mengarahkan perjalanan hidupnya, dan menentukan sikapnya dalam semua persoalan yang dihadapinya. Kalau kehidupan Kiai Bisri sendiri dinilai penuh, utuh, dan kaya akan dimensi-dimensi luhur, kesemuanya itu tidak lain adalah pencerminan dari penerimaan mutlak atas hukum fiqih sebagai kehidupan nyata.” (Hamzah Sahal, dari berbagai sumber)

nu.or.id/ moslembrothers.com









Artikel - Membentuk Anak Sholeh

Secara fitrah (manusiawi) kehadiran seorang anak adalah yang dinanti bagi setiap pasangan suami istri, meskipun jalan untuk mewujudkannya sangatlah berat, susah payah. Mengorbankan banyak tenaga, waktu, harta bahkan terkadang juga nyawa.

Setelah Allah SWT mengkaruniakan anak, orang tua masih juga mengorbankan segalanya guna membesarkan, mendidik sang anak dengan harapan kelak menjadi orang yang berguna, bahkan lebih berguna ketimbang orang tuanya sekarang. Dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi ketimbang orang tuanya sekarang, mungkin hampir tidak ada orang tua yang tidak berpikir demikian.

Orang tua rela mencari rezeki diperuntukkan kepada sang anak, meskipun terkadang dalam menikmati rezeki tersebut orang tua mengalah dan kebanyakan untuk sang anak. Betapa sangat besar pengorbanan orang tua untuk sang anak. Firman Allah SWT “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Luqman : 14).

Namun terkadang ada hal yang terlupakan oleh orang tua yakni memberikan bekal keimanan, ketaqwaan, serta akhlak yang mulia. Karena mungkin terlalu terbuai dengan anak, sehingga bekal tersebut terlewatkan. Inilah awal ketidakberkahan atau musibah bagi orang tua. Firman Allah SWT “Berbekallah kalian, sebaik-baik bekal adalah takwa (kepada Allah SWT.), dan takutlah kalian kepada-Ku wahai orang-orang yang berfikir.” (Al-Baqarah: 197)

Membentuk anak sholeh

Pertama, memilih dan mempercayakan kepada lembaga pendidikan yang sholeh. Lembaga pendidikan yang sholeh tidak selamanya hanya ada dalam madrasah, pesantren saja, namun lembaga yang punya perhatian besar pada perkembangan pendidikan Islam, kebanyakan para pendidiknya mempunyai azam (kemauan yang kuat) untuk mendidik dan mencerdaskan baik secara akademik maupun akhlak. Untuk itu orang tua harus selektif sekali dalam memilih pendidikan untuk anaknya, apalagi orang tua yang sibuk, jangan hanya terjebak pada kualitas akademik saja tanpa dibarengi dengan kualitas akhlak, sehingga mengakibatkan anak hebat, cerdas secara akademik namun akhlaknya buruk.

Kedua, lihat dan cermatilah pergaulan anak, siapa teman bergaulnya? Lingkungan bergaul sangat berperan sekali dalam membentuk akhlak seseorang, sekali orang tua terlena atau kurang kontrol sehingga anak bergaul dengan teman yang akhlaknya tidak baik, maka jangan salahkan anak apabila suatu saat ia pun akan berbuat tidak baik.

Hal tersebut telah digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya “Perumpamaan duduk bersanding orang shaleh dengan duduk bersanding orang zhalim ibarat duduk bersanding penjual minyak wangi dengan duduk bersanding tukang besi (tukang pande). Bila kamu mendekati penjual minyak wangi boleh jadi dia memberikan minyaknya kepadamu sebagai promosi, atau bahkan kamu ingin membelinya, atau minimal kamu dapat mencium bau wangi yang semerbak. Sebaliknya bila kamu mendekati tukang besi boleh jadi bajumu akan terbakar karena jilatan api, atau kamu akan mendapatkan bau bacin yang membosankan." (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, memberikan rezeki yang halal dan thoyyib kepada sang anak. Kewajiban orang tua adalah mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Sahabat Abdillah bin Amrin ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda "Cukup dikatakan berdosa seseorang yang mengabaikan tanggung jawab terhadap keluarga." (HR. Abu Dawud dan Nasai)

Dan rezeki itu haruslah yang halal dan thoyyib. Hal ini telah jelas dalam firman Allah SWT “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah : 168)

Keempat, jadilah orang tua yang mampu menjadi teladan bagi anak. Memberi contoh yang baik kepada anak, jangan sekali-kali berbuat tercela di hadapan anak. Tidak ada alasan malu bagi orang tua untuk meminta maaf kepada anaknya apabila memang bersalah. Jangan membohongi anak meskipun pada hal-hal yang sepele. Firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim : 6)

Kelima, selalu berdo’a kepada Allah SWT supaya dikaruniai keluarga, anak yang sholeh. Berikut do’a yang harus senantiasa diucapkan oleh seorang ayah setiap habis shalat lima waktu “Rabbana Hablana min Azwajina wa Dzurriyatina Qurrota A’yun waj ’alna lil Muttaqina Imama (Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa).” (QS. Al Furqan : 74)

Betapa bahagianya sebuah keluarga apabila semua anggota keluarga tersebut beriman kepada Allah SWT. Nilai-nilai keislaman selalu terpancar dalam setiap interaksi. Keluar dan masuk rumah didahului dengan salam, saling mendo’akan antar satu dengan lainnya.

Dengan kelima hal tersebut di atas harapannya anak yang selalu didambakan oleh kedua orang tuanya benar-benar mampu membuat bangga, memberi nilai manfaat khususnya bagi kedua orang tua baik di dunia maupun kelak di akhirat.

Maka tidak ada istilahnya rugi bagi orang tua untuk menginvestasikan semua potensinya guna mewujudkan anak sholeh. Berapapun nilai materi yang harus dibayar, susah payah yang ditanggung asal anak sholeh, itu sangat memuaskan. Ketika orang tua masih hidup, sang anak selalu berbakti. Bahkan ketika orang tua telah meninggal, sang anak selalu mendo’akan supaya Allah SWT mengampuni segala dosanya. “Rabbighfirli wali walidayya warhamhuma kama robbayani shogira (Wahai Tuhanku, ampunilah dosa-dosaku dan kedua orangtuaku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil).

Ingatlah bahwa salah satu amal yang tidak akan putus adalah anak sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya, sabda Nabi Muhammad SAW “Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Apabila seseorang telah meninggal, maka semua amalnya terputus kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang senantiasa mendoakan kepada kedua orang tuanya." (HR. Muslim). Wallahu ‘alam

nu.or.id / moslembrothers.com
* Alumni Univ. Wahid Hasyim Semarang

Mengenai Puasa Sunnah Enam Hari di Bulan Syawal

Mengenai puasa sunnah enam hari di bulan Syawal terdapat dua hadits yang sangat terkenal, pertama:

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)

“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].”

Kedua:

منْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

"Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia seperti berpuasa satu tahun." (HR. Imam Muslim).

Dari hadit di atas dapat difahami bahwa orang yang berpuasa Ramadhan dan kemudian melanjutkan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa setahun. Artinya pahala itu merupakan balasan dari paket puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan enam hari puasa di bualn Syawal. Jika ada orang yang tidak puasa Ramadhan tetapi puasa enam hari di bulan syawal maka secara teoritis ia tidak mendapatkan pahala tersebut.

Mengenai tata cara enam hari puasa, apakah harus berturut-turut ataukah boleh dipisah-pisah para ualama membebaskan memilih antara keduanya. boleh berturut-turut enam hari langsung semenjak tanggal dua syawal ataupun di pisah-pisah, keduanya dianggap sahih. Mengenai syarat dan rukunya sama seperti puasa ramadhan. Harus ada niat dan juga menghindari semua hal yang membatalkan puasa.

Adapun hikmah disunnahkannya puasa enam hari di bulan Syawwal adalah untuk menjaga agar diri kita tidak lepas kontrol setelah sebulan penuh melaksanakan puasa dan mengekang berbagai mcam pantangan, kemudian dibebaskan untuk makan dan minum. Lebih dari itu, puasa Syawal adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan oleh ajaran agama kita.

Sedangkan menurut Imam Malik puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya makruh. Dengan alasan dikhawatirkan adanya pemahaman yang meyakini bahwa puasa enam hari di bulan Syawwal masuk puasa Ramadhan. Namun Jikalau tidak ada kekhawatiran seperti itu, Imam Malik menyunahkannya bahkan memerintahkan untuk berlomba-lomba memperbanyak pahala.

nu.or.id/ moslembrothers.com

Monday, August 13, 2012

Ust Ahmad Al Habsy - Sedekah Itu Luar Biasa



Silahkan download mp3nya cukup klik disini

Mp3 Makkah Fajr lead By Sheikh Khalid al Ghamdi very emotional 1st Aug 10


Get this mp3 click here DOWNLOAD MP3

Mp3 Al Qur'an Syeikh Muhammad Siddiq al-Minshawi - Surah Al Hajj

Anda bisa download mp3 nya klik disini |
You can download Mp3 is click here mp3 Surat Al Hajj


Download Mp3 - Lailatul Qodar - KH Zainuddin MZ


Silahkan download Mp3 nya klik disini

Saturday, August 11, 2012

Sahabat Nabi - Abdurrahman bin Auf, Sahabat yang Dermawan

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Rasul yang dijamin masuk surga. Ia masuk Islam setelah Abu Bakar as Shiddiq. Setelah 13 tahun dakwah di Makkah, Rasulullah SAW diperintahkan Allah untuk pindah ke Madinah. Abdurrahman menjadi salah satu Muslim ikut berhijrah.

Berbeda dengan dakwah di Makkah yang cukup sulit, di Madinah Nabi Muhammad SAW disambut sangat baik. Begitu juga dengan Abdurrahman bin Auf. Orang yang berpindah dari Makkah ke Madinah disebut kaum Muhajirin. Sementara, kaum yang menyambut orang-orang yang berhijrah ini disebut kaun Ansar. Nah, Abdurrahman bin Auf disambut sangat baik oleh seseorang yang bernama Sa’ad bin Rabi Al-Anshory.
“Hai teman, aku termasuk orang kaya. Kamu mau apa? Aku punya dua kebun, dua pembantu. Pilih saja mana yang kamu suka,” begitu kata Sa’ad bin Rabi Al-Anshory kepada Abdurrahman bin Auf.

Wah, rupa-rupanya Abdurrahman tak mau memanfaatkan kebaikan Sa’ad bin Rabi Al-Anshory. Abdurrahman menolak tawaran itu dengan halus. “Saya hanya minta tunjukkan di mana pasar,” kata Abdurrahman bin Auf.

Abdurrahman bin Auf merupakan orang yang pintar berjual beli. Kehidupannya berkecukupan. Ia lalu menikah. Begitu banyak berkah yang diberikan Allah kepada Abdurrahman bin Auf. Ia dijuluki ‘sahabar bertangan emas’. Ia menjadi sahabat yang paling kaya.

Ia juga orang yang sangat setia kepada Rasulullah SAW. Ketika ada panggilan perang, Abdurrahman bin Auf selalu datang. Mulai dari perang Badar, perang Uhud. Pengorbaannya sangat besar terutama untuk urusan harta.

“Ya Rasulullah, saya punya uang 4.000 dinar. Yang 2.000 saya sedekahkan di jalan Allah, sisanya untuk keluargaku,” kata Abdurrahman.

Kedermawanan Abdurrahman bin Auf sangat terasa ketika perang Tabuk. Perang Tabuk adalah perang yang sulit. Ketika menghadapi pasukan Romawi, pasukan Islam membutuhkan banyak dana. Nah, saat itu Abdurrahman bin Auf mengorbankan seluruh hartanya untuk perang. Ia sama sekali tidak meninggalkan untuk belanja keluarganya.

“Mereka saya tinggali sebanyak rezeki, kebaikan dan pahala yang dijanjikan Allah,” kata Abdurrahman. Rasul pun mendoakan keberkahan bagi keluarga Abdurrahman bin Auf.

Ketika perang Tabuk, Allah memberinya kemuliaan yang belum pernah dirasakan oleh siapapun. Saat tiba waktu shalat, Rasulullah SAW terlambat datang. Abdurrahman menggantikan sebagai imam.

Ketika shalat hampir selesai, Rasulullah SAW baru datang dan menjadi makmum Abdurrahman bin Auf. Sungguh, Abdurrahman adalah sahabat yang mulia.

Sahabat Nabi - Ammar bin Yasir, Pemuka Syuhada

Yasir bin Amir, ayahanda Ammar, berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Rupanya ia berkenan dan merasa betah tinggal di Makkah. Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah.

Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath, dan dari perkawinan ini, kedua suami istri itu dikaruniai seorang putra bernama Ammar.

Keislaman mereka termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun (generasi pertama). Dan sebagaimana halnya orang-orang saleh yang termasuk dalam golongan yang pertama masuk Islam, mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy.

Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap Kaum Muslimin sesuai situasi dan kondisi. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Dan setelah itu mereka lancarkan kepadanya perang urat syaraf yang amat sengit.

Dan sekiranya yang beriman itu dari kalangan penduduk Makkah yang rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan budak belian, maka mereka didera dan disulutnya dengan api bernyala.

Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang kedua ini. Dan soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari Yasir, Sumayyah dan Ammar dibawa ke padang pasir Makkah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa.

Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri dan menakutkan, namun Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian tangguh, yang dari awal hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan suatu kemuliaan yang tak pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah luntur.

Rasulullah SAW selalu mengunjungi tempat-tempat yang diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir. Ketika itu tidak suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan mempertahankan diri.

Pengorbanan-pengorbanan mulia yang dahsyat ini tak ubahnya dengan tumbal yang akan menjamin bagi Agama dan akidah keteguhan yang takkan lapuk. Ia juga menjadi contoh teladan yang akan mengisi hati orang-orang beriman dengan rasa simpati, kebanggaan dan kasih sayang. Ia adalah menara yang akan menjadi pedoman bagi generasi-generasi mendatang untuk mencapai hakikat agama, kebenaran dan kebesarannya.

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka, Ammar berkata, "Wahai Rasulullah, azab yang kami derita telah sampai ke puncak."

Rasulullah SAW berkata, "Sabarlah, wahai Abal Yaqdhan... Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah surga!"

Siksaan yang diami oleh Ammar dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa riwayat. Berkata Amar bin Hakam, "Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya.”

Ammar bin Maimun melukiskan, "Orang-rang musyrik membakar Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah SAW lewat di tempatnya, memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda, 'Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim!”

Semenjak hukuman bakar dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka.

Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat, orang-orang itu berkata kepadanya, “Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!”

Ammar pun mengikuti perintah mereka tanpa menyadari apa yang keluar dari bibirnya. Ketika siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah diucapkannya, maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di matanya betapa besar kesalahan yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang tak dapat ditebus dan diampuni lagi.

Ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya itu didapatinya ia sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau seraya berkata, "Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu?”

“Benar, wahai RasuIullah," ujar Ammar.

Rasulullah tersenyum berkata, “Jika mereka memaksaimu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi!”

Lalu dibacakan Rasulullah kepadanya ayat mulia berikut ini: "Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan..." (QS An-Nahl: 106)

Ammar selalu terjun bersama Rasulullah dalam tiap perjuangan dan peperangan bersenjata, baik di Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk. Dan tatkala Rasulullah telah wafat, perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan berjihad menegakkan agama Allah.

Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, Ammar berdiri di samping menantu Rasulullah tersebut. Bukan karena fanatik atau berpihak, tetapi karena tunduk kepada kebenaran dan teguh memegang janji! Ali adalah khalifah kaum Muslimin, dan berhak menerima baiat sebagai pemimpin umat.

Ketika meletus Perang Shiffin yang mengerikan itu, Ammar ikut bersamanya. Padahal saat itu usianya telah mencapai 93 tahun. Orang-orang dari pihak Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga menjadi manusia “golongan pendurhaka”.

Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya. Hingga setelah kesempatan itu terbuka, mereka pun membunuh Ammar.

Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu, yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Muawiyah!

Jasad Ammar bin Yassir kemudian dipangku Khalifah Ali, dibawa sebuah ke tempat untuk dishalatkan bersama kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya.

Setelah itu, para sahabat kemudian berkumpul dan saling berbincang. Salah seorang berkata, “Apakah kau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu bersabda, "Surga telah merindukan Ammar?"

"Benar," jawab yang lain.

“Dan waktu itu juga disebutnya nama-nama lain, di antaranya Ali, Salman dan Bilal..." timpal seorang lagi.

Bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah merindukan Ammar. Dan jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggungjawabnya. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira.

Sahabat Nabi - Abu Dzar al-Ghifari, Penghulu Kaum Ghifar

Ia datang ke Makkah sambil terhuyung-huyung, namun sinar matanya bersinar bahagia. Memang, sulitnya perjalanan dan teriknya matahari yang menyengat tubuhnya cukup menyakitkan. Namun tujuan yang hendak dicapainya telah meringankan penderitaan dan meniupkan semangat kegembiraan.

Ia memasuki kota dengan menyamar seolah-olah hendak melakukan thawaf mengelilingi berhala-berhala di sekitar Ka'bah, atau seolah-olah musafir yang sesat dalam perjalanan, yang memerlukan istirahat dan menambah perbekalan.

Padahal seandainya orang-orang Makkah tahu bahwa kedatangannya itu untuk menjumpai Nabi Muhammad SAW dan mendengarkan keterangan beliau, pastilah mereka akan membunuhnya.
Pada suatu pagi, lelaki itu, Abu Dzar Al-Ghifari, pergi ke tempat tersebut. Didapatinya Rasulullah sedang duduk seorang diri. Ia mendekat kemudian menyapa, "Selamat pagi, wahai kawan sebangsa."

"Wa alaikum salam, wahai sahabat," jawab Rasulullah.
"Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda!"
"Ia bukan syair hingga dapat digubah, tetapi Alquran yang mulia," kata Rasulullah, kemudian membacakan wahyu Allah SWT.

Tak berselang lama, Abu Dzar berseru, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bahwa bersaksi bahwa engkau adalah hamba dan utusan-Nya."
"Anda dari mana, kawan sebangsa?" tanya Rasulullah.
"Dari Ghifar," jawabnya.

Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tidak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi contoh perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tak jadi soal bagi mereka. Dan celakalah orang yang kesasar atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam.

Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada yang disukainya..."
Benar, Allah menunjuki siapa saja yang Dia kehendaki. Abu Dzar adalah salah seorang yang dikehendaki-Nya memperoleh petunjuk, orang yang dipilih-Nya akan mendapat kebaikan. Ia termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam. Urutannya di kalangan Muslimin adalah yang kelima atau keenam. Jadi ia telah memeluk agama itu di masa-masa awal, hingga keislamannya termasuk dalam barisan terdepan.

Lelaki yang bernama Jundub bin Junadah ini termasuk seorang radikal dan revolusioner. Telah menjadi watak dan tabiatnya menentang kebatilan di mana pun ia berada.

Baru saja masuk Islam, ia sudah mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya saya kerjakan menurut anda?"

"Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!" jawab Rasulullah.
"Demi Tuhan yang menguasai jiwaku," kata Abu Dzar, "Saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam di depan Ka'bah."

Ia pun menuju menuju Haram dan menyerukan syahadat dengan suara lantang. Akibatnya, ia dipukuli dan disiksa oleh orang-orang musyrik yang tengah berkumpul di sana. Rasulullah kembali menyuruhnya pulang dan menemui keluarganya. Ia pun pulang ke Bani Ghifar dan mengajak sanak kerabatnya memeluk agama baru ini.
Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin telah berhijrah ke Madinah dan menetap di sana, pada suatu hari, barisan panjang yang terdiri atas para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota.
Begitu rombongan besar itu mendekat, lalu masuk ke dalam kota dan masuk ke Masjid Rasulullah, ternyata mereka tiada lain adalah kabilah Bani Ghifar. Semuanya telah masuk Islam tanpa kecuali; laki-laki, perempuan, orang tua, remaja dan anak-anak.

Rasulullah semakin takjub dan kagum. Beliau bersabda, "Takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar. Benar batinnya, benar juga lahirnya. Benar akidahnya, benar juga ucapannya."

Pada suatu ketika, Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan kepadanya. "Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil upeti untuk diri mereka?"

Ia menjawab, "Demi Allah yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku!"

"Maukah kau kutunjukkan jalan yang lebih baik dari itu? Bersabarlah hingga kau menemuiku!
Abu Dzar telah mencurahkan segala tenaga dan kemampuannya untuk melakukan perlawanan secara damai dan menjauhkan diri dari segala kehidupan dunia. Ia menjadi maha guru dalam seni menghindarkan diri dari godaan jabatan dan harta kekayaan.

Abu Dzar mengakhiri hidupnya di tempat sunyi bernama Rabadzah, pinggiran Madinah. Ketika menghadapi sakaratul maut, istrinya menangis di sisinya. Ia bertanya, "Apa yang kau tangiskan, padahal maut itu pasti datang?"

Istrinya menjawab, "Karena engkau akan meninggal, padahal kita tidak mempunyai kain kafan untukmu!"

"Janganlah menangis," kata Abu Dzar, "Pada suatu hari, ketika aku berada di majelis Rasulullah bersama beberapa sahabat, aku mendengar beliau bersabda, 'Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir liar, dan disaksikan oleh serombongan orang beriman.'

Semua yang ada di majelis itu sudah meninggal di kampung, di hadapan kaum Muslimin. Tak ada lagi yang masih hidup selain aku. Inilah aku sekarang, menghadapi sakaratul maut di padang pasir. Maka perhatikanlah jalan itu, siapa tahu kalau rombongan orang-orang beriman itu sudah datang. Demi Allah, aku tidak bohong, dan tidak juga dibohongi!"

Ruhnya pun kembali ke hadirat Ilahi... Dan benarlah, ada rombongan kaum Muslimin yang lewat yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas'ud. Sebelum sampai ke tujuan, Ibnu Mas'ud melihat sosok tubuh terbujur kaku, sedang di sisinya terdapat seorang wanita tua dan seorang anak kecil, kedua-duanya menangis.

Ketika pandangan Ibnu Mas'ud jatuh ke mayat tersebut, tampaklah Abu Dzar Al-Ghifari. Air matanya mengucur deras. Di hadapan jenazah itu, Ibnu Mas'ud berkata, "Benarlah ucapan Rasulullah, anda berjalan sendirian, mati sendirian, dan dibangkitkan kembali seorang diri!"

sumber: republika