Wednesday, April 18, 2012

Artikel - Masa Depan Cemerlang, Amalkanlah Wasiat Nabi

SIAPAPUN boleh dan harus berharap menang, berharap sukses, dan bermimpi bahagia. Tapi semua itu akan tiada guna jika tidak didasari oleh keyakinan yang benar, konsep yang sempurna dan ketekunan dalam berupaya. Konsep yang sempurna tidak akan lahir kecuali dari sumber ilmu yang mutlak kebenarannya.

Sebagaimana tidak akan sampainya seseorang pada tujuan jika ia salah mengambil jalan dalam perjalanannya.

Untuk meraih kemenangan, kesuksesan dan kejayaan bangsa dan negara ini telah ada suri tauladan untuk meraihnya, lengkap dengan strategi, tahapan, dan juknis (petunjuk teknis). Yaitu dengan memahami dan berusaha mengamalkan apa yang telah dicontohkan oleh rasulullah saw dalam segala hal.

Dengan begitu perkara penting yang harus diperhatikan oleh seluruh umat Islam hari ini adalah menakar diri apakah cara berpikir, cara berbicara, cara bertindak, bertetangga, bermasyarakat, cara memimpin kita semua harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم).

Jika belum maka sampai kapanpun kemenangan itu tidak akan pernah mewujud. Sebagaimana tidak akan terwujudnya emas yang berkualitas jika tidak dipanaskan pada suhu yang tepat.

Orang yang mengikuti nabi dalam hal apapun itulah yang disebut dengan ittiba’ al-Rasul.

Tidak ada kemenangan kecuali dengan sepenuh hati ittiba’ kepada Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Termasuk dalam upaya meraih masa depan cemerlang, kemenangan dan kejayaan. Selain itu jika kita tidak ittiba’ kepada nabi maka kita akan mengalami nasib seperti kata pribahasa “bak air di atas daun talas”. Tidak pernah akan sampai pada tujuan apalagi menang. Sebagaimana peradaban Barat yang tak pernah selesai dalam menemukan kebenaran dan selalu mengikuti perubahan termasuk dalam soal keyakinan sekalipun.

Wasiat Nabi

Untuk masa depan cemerlang baik sebagai pribadi maupun bangsa dan negara, kita harus berusaha mencintai Nabi dan mengikuti setiap langkah-langkahnya, terutama benar-benar memperhatikan wasiat-wasiat penting darinya.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala, barangsiapa ingin mendapat rahmat, maka ikutilah tauladan Nabi:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al Ahzab [33]: 21)

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran [3] : 31).

Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah menegaskan bahwa umat Islam akan bercerai-berai dan berselisih, mengikuti jejak umat-umat sebelum mereka.

Bukhari, Muslim dan beberapa ulama lain meriwayatkan dari Abu Said bahwa Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda; “Kalian benar-benar akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga apabila mereka masuk lubang biawak niscaya kalian ikut”. Kemudian ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang dimaksud? Beliau menjawab: Lalu siapa lagi?


Hari ini baik secara individu maupun kolektif sebagian umat Islam mulai kehilangan izzah (kebanggaan) terhadap agamanya sendiri. Meskipun ada di antara para pejabat negeri yang setiap tahun umroh dan haji, kembali ke tanah air mereka tetap bersemangat membela paham kesesatan, sekularisme dan mendewa-dewakan apapun yang datang dari Barat.

Begitu pula dengan kaum intelektual, mereka merasa lebih ‘super’ jika mengutip dan mengikuti atau mengamini pendapat intelektual dari Barat. Sebaliknya merasa agak tradisional (kuno) kalau mengutip pendapat para alim ulama. Diakui atau tidak ini telah menjadi satu tradisi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Bahkan yang menyedihkan, banyak sarjana atau tokoh Islam, tetapi mereka justru berada di depan menyerang syariah. Di sisi lain Muslimah di Indonesia belum semuanya bangga dengan jilbabnya. Buktinya, mereka berjilbab, tetapi hakekatnya telanjang. Karena menggunakan atau tanpa jilbab, tetap saja tubuhnya ingin dipamerkan. Akhirnya, masyarakat kesulitan, mana yang muslimah atau yang bukan.

Ia mengaku muslimlah, tapi ironisnya perilakunya belum sepenuhnya terjaga. Mereka menutupi aurat tubuh, tetapi hati dan perilakunya tidak ditutupi. Berjilbab, tetapi berpacaran, berboncengan bareng dan kadang berpelukan. Sekalipun sudah berkerudung, tetap saja masih suka bermaksiat.

Banyak kita saksikan di TV, gadis-gadis berjilbab –bahkan ibu-ibu berjilbab—berada di garis depan berjoget dan mengelu-elukan artis di panggung dengan di tonton jutaan pemirsa.

Kita mengaku sebagai negeri dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, tapi faktanya, para pemimpin kita melahirkan RUU-RUU yang berpotensi merusak ajaran Islam.

Adalah kewajiban kita semua secara pribadi dan kolektif untuk kembali mentadabburi al-Qur’an, meyakininya dan menderivasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dengan hanya seperti itu saja, kita akan terjaga dari kesesatan dan kerugian selama-lamanya dan akan memperoleh kemenangan besar berupa keridhoan Allah SWT.

Hal itulah yang berhasil ditampilkan oleh generasi awal Islam. Allah berfirman;

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. 9 : 100).

Rasulullah juga bersabda, “Sebaik baik generasi adalah generasi di masa keberadaanku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (HR Imam Ahmad, Bukhari, Muslim)

Rasulullah bersabda; “Aku tinggalkan ditengah-tengah kalian dua perkara. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan Sunnahku (hadits).” (HR. Malik; Al-Hakim & Baihaqi).

Tugas Utama

Dengan demikian jelaslah apa yang menjadi tugas utama kita sebagai seorang Muslim. Yaitu berusaha sekuat tenaga mengikuti teladan yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), sebagaimana generasi awal Islam dulu mengikuti Nabi.

Apabila hal itu berhasil kita lakukan, insya Allah masa depan cemerlang, bahkan kebahagiaan bangsa dan negara Indonesia dengan sendirinya akan segera mewujud.

Akan tetapi jika kita tidak melakukan apa yang telah dilakukan umat terbaik itu, maka sungguh derita kita sebagai seorang Muslim dan bangsa Indonesia sebagai komunitas Muslim terbesar dunia tak akan pernah berujung berakhir bahkan mungkin bisa sampai di alam akhirat.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Sebagaimana firman-Nya; “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. 20 : 124).

Jadi untuk masa depan cemerlang (tentu masa depan kita di akhirat yang utama) kita harus mengamalkan wasiat Nabi yang utama; yaitu berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mampu mensejahterakan rakyatnya hanya dalam tempo dua tahun. Apa kuncinya? Karena beliau menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah untuk membangun negerinya. Mengapa kita yang belakangan ini justru meniru yang lain? Wallahu a’lam bishshowab.*

No comments:

Post a Comment