Saturday, November 3, 2012

Uang Yang Berpacu


Assalaamu'alaikum.

Bersabdalah Nabi Muhammad shollollohu ‘alaihi wasallam, “Satu (1) Dirham memacu dan mendahului seratus ribu (100.000) Dirham.” 

Para sahabat – rodhiollohu ‘anhum - bertanya, "Bagaimana (mungkin) itu?" 

Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam menjawab, "Seseorang memiliki (hanya) dua (1) dirham. Dia mengambil satu (1) Dirham dan bershodaqoh dengannya, dan seorang lagi memiliki harta-benda yang banyak, dia mengambil seratus ribu (100.000) Dirham untuk dishodaqohkannya." (HR. An-Nasaa'i)

Dari hadits ini jelas sekali bahwa makna atau pentingnya atau bobot dari suatu jenis shodaqoh (sedekah), bukan diukur dari besarnya yang disedekahkan menurut standar ukuran umum. 

Bagi seseorang yang berpenghasilan hanya Rp 1.500.000,-/bulan, maka sedekah sebesar Rp 100.000,- tentu sudah terasa cukup besar.

Namun bagi yang berpenghasilan Rp 15.000.000,-/bulan, maka sedekah sebesar Rp 100.000,- tentu dapat terasa belum cukup besar.

Dan itupun, berapapun nilainya, maka jika tidak dilakukan karena Allah, tidak ikhlas karena Allah, maka tidak berarti, juga tentu saja karena sesungguhnya Allah adalah pemilik segala sesuatu di dunia ini. 

Allah Ta'ala berfirman: 

"Dan tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya sama menyembah Allah, dengan tulus ikhlas menjalankan agama untuk-Nya semata-mata (dengan lurus), berdiri lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat, dan yang sedemikian itulah agama yang benar (lurus)." (QS al-Bayyinah: 5)

Allah Ta'aala berfirman pula: 

"Samasekali tidak akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah binatang Qurban itu, tetapi akan sampailah padaNya ketaqwaan dari engkau sekalian." (QS al-Haj: 37)

Allah Ta'aala berfirman pula: 

"Katakanlah - wahai Muhammad - sekalipun engkau semua sembunyikan apa-apa yang ada di dalam hatimu ataupun engkau sekalian tampakkan, pasti diketahui juga oleh Allah." (QS Aali-Imraan: 29)

“Dari Amirul mu’minin Umar bin Al-Khotthob rodiallahu’anhu, ia berkata: 

“Aku mendengar Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya amalan-amalan itu berdasarkan niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan, maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya adalah kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena untuk menggapai dunia atau wanita yang hendak dinikahinya maka hijrahnya kepada apa yang hijrahi”. 

(HR. Al-Bukhari: 1).

Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. 

Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. 

Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.

Niat itu sendiri memiliki 2 fungsi:

1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.

2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.

Jika para 'ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:

1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.

2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.

Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:

a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.

b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:

- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.

c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal. 

Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. 

Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. 

Amalan yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.

Maka marilah kita berlomba dalam kebaikan, dalam menjadi Kholifah di Bumi. Dan dalam agama Islam, ada persaingan dan iri-hati yang SUNGGUH DIANJURKAN: 

"Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada sasaran yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)


Allah Ta'aala berfirman: 

"Dan dalam hal yang sedemikian ini -yakni hal-hal kebaikan- maka hendaknya berlomba-lombalah orang-orang yang ingin berlomba-lomba." 

(QS al-Muthaffifiin: 26)

Dan juga mari kita ingat bahwa, kita sama-sekali tidak didorong untuk menjadi miskin harta di dunia, melainkan justru untuk menikmatinya dan berbuat baik di masa kehidupan ini:

Al Qashash ayat 77 (28 :77): 

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (mencari dengan sungguh-sungguh potensi kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.


Bagaimana dapat bersedekah dengan uang, jika tidak punya uang?

QS ’Aali Imraan ayat 133-137

133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

134. (yaitu) Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

136. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.

137. Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).


Namun, bila seseorang benar-benar tak ada kelapangan dalam harta, maka Allah Yang Maha Adil telah juga memberikan jalan lain:

“Tiap muslim wajib bershodaqoh (bersedekah).” 

Para sahabat bertanya, "Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?" 

Nabi – shollollohu ‘alaihi wasallam - menjawab, "Bekerja dengan ketrampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bershodaqoh." 

Mereka bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?" 

Nabi – shollollohu ‘alaihi wasallam - menjawab: "Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya" 

Mereka bertanya: "Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?" 

Nabi – shollollohu ‘alaihi wasallam - menjawab: "Menyuruh berbuat ma'ruf (yang baik).“ 

Mereka bertanya: "Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?" 

Nabi – shollollohu ‘alaihi wasallam - menjawab, "Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah shodaqoh." (HR. Bukhari dan Muslim)

DAN INGATLAH:

Al Quran Surat Al Baqarah ayat 261 (2:261): Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dari Ibnu Abbas rodhiyollohu ‘anhu dari Rosulullah sholollohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda menyampaikan apa yang diterimanya dari Tuhannya Alloh ‘azza wa jalla. Dia berfirman, “Sesungguhnya Alloh mencatat semua amal kebaikan dan keburukan”. 

Kemudian Dia menjelaskan. “Maka barang siapa telah berniat untuk berbuat suatu kebaikan, tetapi tidak melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu amal kebaikan. Jika ia berniat baik lalu ia melakukannya, maka Alloh mencatatnya berupa sepuluh (10) kebaikan sampai tujuh ratus (700) kali lipat, bahkan masih dilipatgandakan lagi. Dan barang siapa berniat amal keburukan namun tidak melakukannya, Alloh akan mencatatnya sebagai amal kebaikan yang utuh, dan bila ia berniat dan melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu (1) amal keburukan.” 

(HR. Bukhori dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya dengan redaksi tersebut dan juga adalah hadits ketigapuluh tujuh dari Kitab Hadits Arba’in an Nawawi)


Terakhir , saya kutipkan:

Barangsiapa mengucapkan "Laa ilaaha illallah" dengan ikhlas, masuk surga. Para sahabat bertanya, "Apa keikhlasannya, ya Rasulullah? " Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam menjawab, "Memagarinya (melindunginya) dari segala apa yang diharamkan Allah." (HR. Ath-Thabrani)


Wallohua'lam. Wastaghfiruloh. Walhamdulillah.

Penulis An Nora

No comments:

Post a Comment